Konsep Arsitektur Beberapa Tokoh Arsitek Indonesia dan Karyanya
Pada kesempatan ini kita akan melihat contoh-contoh bagaimana praktisi arsitek menggunakan konsep-konsep dan teori desain itu untuk karyanya. Khususnya bagi pelaku/tokoh arsitektur Indonesia. Beberapa diantaranya yang akan diuraikan adalah :
Yuswadi Saliya, M. Ridwan Kamil, Baskoro Tedjo, Alexander Santoso, Achmad D. Tardiana, Eko Purwono, Acmad Noe’man, Basauli Umar Lubis dan sebagainya.
Anda dapat mempelajari bagaimana konsep-konsep serta teori arsitektur yang dianut oleh arsitek Indonesia dan penerapannya pada karya arsitektur.
1. Fredrich S Silaban (1912-1984)
Fredrich S Silaban, karya-karyanya menghiasi ibukota Jakarta. Siapa yang tidak kenal Monumen Nasional, Gelora Senayan dan tentunya yang paling membanggakan adalah Masjid Istiqlal. Bangunan masjid terbesar di Asia Tenggara itu dirancang olehnya melalui sebuah sayembara dan karyanya itu menjadi monumen toleransi beragama di Indonesia. Mengapa? Karena Masjid terbesar di Indonesia dirancang oleh seorang Kristen. Ia menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950. Selain Masjid Istiqlal, Monumen Nasional menjadi hasil rancanganya (lihat daftar top 7 sebelumnya, 7 Pencapaian Arsitektur Indonesia) setelah Soekarno memerintahkannya merancang ulang hasil sayembara sebelumnya
Biografi
Ars. Frederich Silaban (lahir di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912 – meninggal di Jakarta, 14 Mei 1984 pada umur 71 tahun) adalah seorang opzichter/ arsitek generasi awal Indonesia. Dia dianggap arsitek otodidak (belajar sendiri). Pendidikan formalnya hanya setingkat STM (Sekolah Teknik Menengah) namun ketekunannya menghasilkan beberapa kemenangan sayembara perancangan arsitektur, sehingga dunia profesipun mengakuinya sebagai arsitek. Seiring perjalanan waktu, ia dikenal melalui berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa diantaranya dapat menjadi simbol kebanggaan Indonesia.
Frederich Silaban menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Mesjid Istiqlal.
Frederich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi Kebudayaan yang dimuat di Lentera dan lembaran kebudayaan harian Bintang Timur mulai tanggal 16 Maret 1962 yakni sebuah konsepsi kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat, onderbouw Partai Komunis Indonesia) dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (onderbouw Partai Nasional Indonesia) dan Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo. Frederich Silaban juga berperan besar dalam pembentukan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Pada April 1959, Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili biro arsitektur PT Budaya dan Ars. F. Silaban merasa tidak puas atas hasil yang dicapai pada acara Konperensi Nasional di Jakarta untuk pembentukan Gabungan Perusahaan Perencanaan dan Pelaksanaan Nasional (GAPERNAS) dimana keduanya berpendapat bahwa kedudukan "perencana dan perancangan" tidaklah sama dan tidak juga setara dengan "pelaksana".
Mereka berpendapat pekerjaan perencanaan-perancangan berada di dalam lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, karena itu tidak semata-mata berorientasi sebagai usaha yang mengejar laba (profit oriented). Sebaliknya pekerjaan pelaksanaan (kontraktor) cenderung bersifat bisnis komersial, yang keberhasilannya diukur dengan besarnya laba dan tanggung jawabnya secara yuridis/formal bersifat kelembagaan atau badan hukum, bukan perorangan serta terbatas pada sisi finansial.
Akhir kerja keras dua pelopor ini bermuara pada pertemuan besar pertama para arsitek dua generasi di Bandung pada tanggal 16 dan 17 September 1959. pertemuan ini dihadiri 21 orang, tiga orang arsitek senior, yaitu: Ars. Frederich Silaban, Ars. Mohammad Soesilo, Ars. Lim Bwan Tjie dan 18 orang arsitek muda lulusan pertama Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung tahun 1958 dan 1959. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan tujuan, cita-cita, konsep Anggaran Dasar dan dasar-dasar pendirian persatuan arsitek murni, sebagai yang tertuang dalam dokumen pendiriannya, “Menuju dunia Arsitektur Indonesia yang sehat”. Pada malam yang bersejarah itu resmi berdiri satu-satunya lembaga tertinggi dalam dunia arsitektur profesional Indonesia dengan nama Ikatan Arsitek Indonesia disingkat IAI.
Diantara Karya-karyanya
· Gedung Universitas Nommensen - Medan (1982)
· Gelora Bung Karno - Jakarta (1962)
· Rumah A Lie Hong - Bogor (1968)
· Monumen Pembebasan Irian Barat - Jakarta (1963)
· Markas TNI Angkatan Udara - Jakarta (1962)
· Gedung Pola - Jakarta (1962)
· Gedung BNI 1946 - Medan (1962)
· Menara Bung Karno - Jakarta 1960-1965 (tidak terbangun)
· Monumen Nasional / Tugu Monas - Jakarta (1960)
· Gedung BNI 1946 - Jakarta (1960)
· Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jalan Kebon Sirih - Jakarta (1960)
· Kantor Pusat Bank Indonesia, Jalan Thamrin - Jakarta (1958)
· Rumah Pribadi Friderich Silaban - Bogor (1958)
· Masjid Istiqlal - Jakarta (1954
2. Acmad Noe’man (1926 ..)
Konsep Desain: Islamic Architecture
Manifesto pada perancangan arsitektur yang Islami
Menurut Acmad Noe’man, Arsitektur yang islami Adalah Arsitektur yang berlandaskan pada Al-qur’an dan As-sunnah....Acmad Noe’man adalah seorang Arsitek yang berlatar belakang pendidikan Arsitektur Praktik.. Dalam berkarya beliau selalu berusaha memasukkan nilai-nilai Islam kedalam desainnya. Hal tersebut dimaksudkan beliau agar karya-karyanya lebih bermakna dan dapat dipertangung jawabkan dihadapan Tuhan kelak. Acmad Noe’man, sebagai seorang Arsitek, banyak tertarik dengan ajaran-ajaran agama Islam, terutama pada kedua landasan agama itu yaitu Al-qur’an dan As-sunnah. sedangkan orang yang cukup berpengaruh pada kehidupannya adalah Muhammad SAW. Khusus pada bidang arsitek Acmad Noe’man mengagumi Lee Corbusier, Miss Van de Rohe, teori-teori Beahus, karena semua itu tidak bertubrukan dengan nilai-nilai islami yang mengajarkan agar tidak menciptakan sesuatu yang berlebih-lebihan. Nilai-nilai islam banyak mempengaruhi manifestasinya dalam berpraktek di dunia arsitektur.Salah satu Manifesto Acmad Noe’man adalah ” Arsitektur yang islami Adalah Arsitektur berlandaskan pada Al-qur’an dan As-sunnah”.
Lingkungan binaan tempat seorang arsitek tumbuh dan berkembang, baik secara langsung maupun tak langsung akan mempengaruhi sikap dan pemikirannya. Terdapat beberapa hal yang membentuk konteks pemahaman seorang arsitek dalam melakukan pendekatan terhadap desain. Misalnya masa lalu yang kering dengan agama menyebabkan Acmad Noe’man ingin menerapkannya baik didalam kehidupan sehari-hari dan dalam praktik arsitektur. Sebagai seorang muslim Acmad Noe’man berusaha menjadi seorang arsitek agar bisa membela agamanya dalam bidang arsitektur. Berbekal pengalaman di masa mudanya yang sering menyaksikan dan mendampingi ayahnya dalam membangun masjid dan sekolah Madrasah Acmad Noe’man inilah yang membuat dirinya sedikit banyak mengenal bangunan-bangunan yang diperuntukan untuk ibadah dan belajar.
Dalam berkarya arsitektur, Acmad noe’man berusaha memasukkan nilai-nilai yang terkandung pada Al-qur’an dan As-sunnah dan mengimplementasikan pada obyek atau sebuah karya yang berbeda dengan menyesuaikan kebutuhan yang harus dipenuhi pada masing-masing obyek itu. Menurut Acmad Noe’man Arsitektur islami bukan hanya berbicara pada bentuk-bentuk lengkung dan atap kubah karena hal ini tidak berdasar pada Al-qur’an dan As-sunnah. Dua landasan ini selalu dibawa oleh Acmad Noe’man pada karya-karyanya. Tanpa membedakan rancangan yang akan dihasilkannya. Baik itu Masjid sebagai tempat peribadatan atau rumah sebagai tempat tinggal dan juga bangunan-bangunan lain. Dengan dua landasan pada islam ini yang membedakan karya-karya beliau antara arsitektur yang islami dan yang tidak islami. dengan tujuan untuk bisa mengapresiasi secara lebih tinggi, dan di dalam prosesnya elemen Al-qur’an dan As-sunnah diangkat dan dimasukan ke dalam proses desain sejak awal pembentukan konsep bangunan.Acmad Noe’man menyebutkan bahwa ber-arsitektur bukan hanya berpikir bagaimana menghasilkan sebuah karya rancangan agar terbangun, tapi lebih memikirkan bagaiman berkarya yang semuanya diniatkan untuk Tuhan, tanpa harus mengesampingkan kebutuhan dan keinginan Klien. Beliau selalu mencoba mengajarkan nilai-nilai islami atau dengan kata lain berdakwah pada rancangan-rancangannya, Dengan menghadirkan apa yang ada pada kedua landasan islam itu sendiri.
Studi Kasus
Masjid salman ITB
Seperti yang telah menjadi manifesto bagi seorang Acmad Noe’man adalah, Arsitektur yang islami adalah yang berlandaskan pada Al-qur’an dan As-sunnah kemudian ijtihad sebagai alternatif terakhir. Dengan berpedoman pada surat Al-baqarah 170 :
” jika dikatakan pada mereka ikutlah jalanku, maka mereka berkata tidak kami mengikuti jalan orang-orang terdahulu”
Dari ayat ini beliau menangkap bahwa seseorang haruslah memberikan pengarahan untuk selalu mencari ilmu sekaligus spirit surat ini menganjurkan untuk mengklarifikasi bahwa apa yang sudah ada selama ini dan turun temurun belum tentu benar. pada masjid ini Acmad Noe’man hendak mengajarkan ayat ini kepada masyarakat luas bahwa bentuk-bentuk masjid yang selama ini ada dan juga bentuk kubah dari atap masjid bukanlah sesuatu yang mencerminkan dan mengandung nilai-nilai islami. Walau begitu Acmad noe’man tidak menyalahkan sepenuhnya atap masjid yang berbentuk kubah. beliau hanya mencoba mengajarkan bahwa tidak selalu harus berbentuk kubah sebuah atap masjid / bangunan yang islami.
Pada rancangan masjid salman ini dia juga mengambil banyak pedoman dari 3 landasan yang terdapat pada ajaran islam. Seperti islam mengajarkan selalu untuk menjaga kesucian, maka segala hal yang mempermudah untuk dapat menjaga kebersihan dan kesucian di hadirkan disini. Kemudian Acmad Noe’man memakai landasan sebuah hadist ”rapikan shaf dan rapatkan barisan” dari dalil ini beliau mendapatkan pengajaran bahwa sebuah shaf dalam sholat berjama’ah tidaklah boleh terputus dan harus lurus, maka Acmad Noe’man mencoba meniadakan kolom pada sebuah masjid. ini dapat dilihat pada masjid salman. pada surat Al-baqarah pula Acmad Noe’man mengambil spirit dimana manusia diperintahkan menyebarkan ilmu. Dengan bentuk yang tidak lazim pada tahun 1960, dimana saat itu masjid lebih dominan menghadirkan bentuk lengkung dan tapa kubah maka disini beliau mencoba mengajarkan bahwa tanpa menghadirkan bentuk yang selama ini ada, tidak salah. Peletakan toilet pada Masjid rancanganya tidak luput dari memakai landasan yang ada pada islam, seperti pada sebuah hadist yang melarang manusia untuk tidak buang air kecil atau besar menghadap kearah kiblat.
Masjid At-tin
“Inallaha jamil yuhibbu jamal” dengan berpedoman pada hadist ini Acmad Noe’man mengimplementasikan pada masjid At-Tin. Karena pada hadist diatas dikatakan bahwa Allah itu indah dan menyukai keindahan. Maka nilai-nilai estetis dihadirkan di masjid At-Tin. Seperti karya-karya yang sebelumnya, pada masjid At-Tin ini Ahmad Nu’man memberikan Ruang khusus untuk wanita yang disebut sebagai Mezzanine. Agar wanita tidak terlihat oleh jama’ah laki-laki saat mereka melepas penutup auratnya dan mengantinya dengan pakaian Sholat. Pada masjid At-Tin, Ahmad Nu’man juga menghadirkan minaret sebagai sarana untuk menyebarkan suara Adzan kesegala penjuru dengan berpedoman pada hadist. dimana pada jaman Rasulullah SAW, Para sahabat Nabi mengumandangkan Adzan di atap-atap / tempat yang tinggi agar didengar oleh orang lain.
Tentang Acmad Noe’man
Karakter yang tenang dan sangat bersahaja. cara berbicara yang sangat halus dan selalu menjaga nilai atau ajaran islam dalam setiap tingkah lakunya menggambarkan bahwa Acmad Noe’man sebagai sosok seorang arsitek yang dikenal di kalangan komunitas arsitektur sebagai sosok seorang Muslim yang taat. Dari pembawaannya inilah kemudian sedikit banyak berperan dalam kehidupan ber-arsitektur dan mulai dipercaya orang sebagai pakar Arsitektur Masjid dan Arsitektur yang islami. karya-karyanya selalu dihadirkan dengan pedoman nilai-nilai islam yang tinggi tanpa harus meningalkan nilai estetis. Keindahan pada setiap karyanya selalu tampak dan bisa dinikmati oleh orang yang menyaksikanya.Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1953, Achmad Noe’man langsung berpraktek dalam dunia arsitektur dengan magang pada salah satu biro konsultan, setelah itu Acmad Noe’man bergabung Dalam sebuah wadah organisasi Arsitek, yaitu IAI (Ikatan Arsitektur Indonesia). Kemudian Acmad Noe’man mendirikan perusahaan yang lebih dinamakan Birano. Karya-karyanya banyak memberi warna dan menjadi rujukan terutama Arsitektur Masjid di Indonesia. Selain itu di luar Indonesia Acmad Noe’man turut meramaikan dunia Arsitektur dengan merancang beberapa karya. Terutama Arsitektur Masjid.
Curiculum Vitae
Nama : Ir. Acmad Noe’man ,IAI
Tempat/Tanggal lahir : Garut, 10 Oktober 1926
Handphone : 081 660 07 33
Kantor : Jalan Ganesha 03 - Bandung 40132, Telp. 022 250 4145,
Birano, ganesha 03 Bandung 40132
Riwayat Pendidikan
• Institut Teknologi Bandung, Indonesia: 1948-1953
Riwayat Pekerjaan• 1954-1956: Asisten dosen Jurusan Arsitektur ITB
• 1956- 1961: Staff pengajar tetap Jurusan Arsitektur ITB
• 1961-1999: Staf pengajar Jurusan Desain dan Seni Rupa ITB dan Pimpinan CV.Birano
3. Y.B Mangunwijaya Pr. (1929-1999)
Entah mengapa para arsitek bisa begitu indahnya berkaya di berbagai bidang selain arsitektur itu sendiri, apakah karena arsitektur itu seni? Ataukah karena membangun adalah pada dasarnya dorongan spiritual kodrati setiap manusia? Arsitek satu ini menempati posisi puncak dalam daftar ini karena sumbanganya tidak hanya terbatas pada arsitektur namun juga meresap ke dalam ingatan dan jiwa kita.
Sebagai humanis ia sangat peduli pada masyarakat kecil saat merancangan pemukiman di bantaran Kali Code, tidak berhenti pada pembangunan fisik namun juga pembangunan untuk memanusiakan manusia. Ia memberikan pendampingan pada korban waduk Kedungombo sampai berhasil ke Mahkamah Agung, untuk jasanya itu ia dicap Komunis oleh orde baru. Rohaniawan Katolik ini menempuh pendidikan seminari pada Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta, yang dilanjutkan ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang. Ia juga seorang sastrawan yang menghasilkan karya-karya yang dipuji tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Sebut saja Burung-burung Manyar dan Roro Mendut. Romo juga sangat peduli mengenai pendidikan dan mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar, yayasan pendidikan untuk anak miskin dan terlantar. Ia memang sangat peduli dengan pendidikan dasar sampai-sampai ia pernah berkata "When I die, let me die as a primary school teacher". Untuk jasanya ia mendapatkan berbagai penghargaan, lengkap untuk setiap bidang yang ia geluti.
Dalam bidang arsitektur sendiri lulusan Teknik Arsitektur ITB, 1959 dan Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman, 1966, ini dijuluki sebagai bapak arsitektur modern indonesia. Karyanya yang terkenal adalah Bentara Budaya Jakarta, berbagai gereja dan kawasan pemukiman Kali Code.
Gambar kawasan pemukiman warga kali Code Yogyakarta
Karya-karyanya
· Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta
· Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta
· Gedung Keuskupan Agung Semarang
· Gedung Bentara Budaya, Jakarta
· Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
· Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
· Markas Kowihan II
· Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang
· Gereja Maria Assumpta, Klaten
· Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
· Gereja Katolik St. Pius X, Blora
· Wisma salam, magelang
· 4. Yuswadi Saliya (1938- )
Konsep Desain: Bentuk-bentuk Geometris yang sederhana, Topografi Tapak dan Teori Arsitektur Modern
Manifesto dalam Mendesain
Bentuk-bentuk geometris yang sederhana, topografi tapak dan teori modern.
Konsep Architype [1] Yuswadi Saliya adalah pendekatan desain secara geometris. Selain itu ada faktor lain dalam pendekatan desainnya, yaitu bentuk topografi tapak, riwayat tempat tersebut yang berkaitan dengan sejarahnya, serta respon terhadap lingkungan sekitarnya dan dalill-dalil dari teori arsitektur modern.
Langkah awal mendesain adalah dengan membaca bentuk tapaknya. Menurut pengakuan beliau bila tidak mengetahui bentuk tapaknya, akan sukar untuk dapat mendesain, kecuali merancang sebuah bangunan yang desainnya mengacu kepada salah satu bentuk tipologi bangunan dan dapat diletakkan di banyak tempat. Menurutnya setiap bentuk tapak mempunyai anatomi yang khas, seperti dimana letak tulang punggungnya (garis sumbu imajinernya), dimana sendi-sendinya. Setelah peta itu dapat dibaca sumbunya bagaimana, kemudian dapat ditetapkan bagaimana hirarki, orientasi, dan sebagainya. Dari informasi yang terdapat pada peta tersebut. Lalu dari orientasi yang ada sumbu tadi dikoreksi kembali. Langkah selanjutnya adalah meresponnya terhadap riwayat dan kondisi lingkungan sekitarnya, baru kemudian Beliau dengan cepat dapat menarik-narik garis yang membentuk geometri sesuai dengan bentuk dan orientasi tapak tersebut.
Setiap tempat mempunyai orientasi yang berbeda tergantung dari kondisi topografinya. Dalam menarik garis-garis pembentuk geometris ada dalil-dalil dan tuntutan-tuntutan, sehingga mempunyai alasan, seperti bila membuat bentuk kurva, apa pegangannya. Menurut beilau bahasa geometri ada aturan-aturannya ada istilah geometri thinking (berpikir geometris). Bisa dibayangkan, seperti ada suatu pola-pola perulangan, pola-pola yang konsisten dalam skala, dalam volumetri, dll.
Untuk pengolahan tampak bangunan, beliau menggunakan aturan-aturan dari teori arsitektur modern seperti komposisi, keseimbangan, proporsi, perbandingan golden section, dll. Sedikit banyaknya rumusan teknis modernis tadi beliau gunakan yang menurutnya belum ada tandingannya apalagi dibandingkan dengan rumusan post- modern yang dinilainya masih liar. Kemudian dalam memberikan unsur estetika dan warna menurutnya semua orang akan setuju atau mempunyai persepsi yang sama bila penjabarannya menggunakan teori arsitektur modern. Tanpa mengikuti itu beliau tidak dapat menjelaskan desainnya kepada orang lain, dan dari ketentuan-ketentuan tersebut beliau dapat menyiapkan kategorisasinya, kemudian terdapat kronologisnya yang akhirnya dijadikan bentuk verbalnya sebagai bahan untuk menjelaskan kepada orang lain. Menurutnya agar mendapatkan kepuasan dalam mendesain, hasil desain itu harus bisa dibaca, kalau tidak bisa dibaca sepertinya hanya terjadi dengan kebetulan saja sehingga tidak bermakna.
Architype
Biasanya para Arsitek dalam merancang sesuai dengan semangat dan visinya. Kemudian sikap dia terhadap arsitektur itu apa, sikap dia dalam proses merancang itu bagaimana. Apa yang disebut teori sebenarnya suatu generalisasi dari berbagai cara para arsitek, dari pendekatan-pendekatan beberapa arsitek yang sifatnya umum. Seperti yang dikatakannya berikut ini.
“Pandangan seorang arsitek sangat tergantung kepada pandangan dia (jadi bisa subyektif). Misalnya pandangan geometri saya, itu karena saya senang geometri. Bagi saya Geometri adalah suatu bentuk bahasa yang mudah diolah. Jadi menterjemahkan suatu gagasan dengan geometri bagi saya dekat hubungannya, tidak terlalu jauh. Kemudian, bahwa bentuk geometri menjadi sifat utama arsitektur saya, adalah suatu kebetulan saja. Misalnya saya menjadi pelukis, karena saya suka geometri maka nantinya akan banyak bentuk geometri dalam lukisan saya.”
Seperti teori Paul Gustav Jung dalam bukunya tentang Architype, bahwa architype hinggap di setiap orang dan dapat muncul dalam berbagai bentuk kehidupannya, baik dalam perilakunya, kegemarannya terhadap lagu-lagu, pada warna, dll. Misalnya seseorang senang dengan warna merah, sebenarnya menurut teori Jung dapat ditelusuri kebelakang, dia pernah mengalami apa, pernah mempunyai alasan apa hingga menyukai warna merah. Architype-nya yang tua/purba didalam ingatan seseorang, kelihatannya sadar atau tidak, akan ada hubungannya (dengan kesenangannya, red.). Nilai rapor ilmu ukur bidang dan stereometri saya bagus-bagus, makanya saya dekat. Bahwa saya mendekati secara geometris karena itu Architype saya.
Biografi singkat Yuswadi Saliya
Yuswadi Saliya adalah seorang Doktor di bidang arsitektur yang sederhana dan senang dengan bentuk geometri, senang dengan bidang kelautan (maritim), dan predikat sejarawan arsitektur yang terlanjur melekat dalam dirinya. Awalnya saat pemerintahan Ir. Soekarno, dosen-dosen ITB yang berkebangsaan Belanda dipulangkan ke negaranya, sementara jumlah dosen sejarah arsitektur di ITB masih kurang. Akhirnya Ir. Yuswadi Saliya yang ketika itu sebagai assisten dosen di bidang arsitektur, diminta untuk menjadi dosen sejarah arsitektur. Karena dedikasinya yang baik sebagai insan pendidikan, walaupun awalnya tidak terpikir untuk mendalami bidang sejarah, hingga akhirnya beliau dapat mendalami dan menjiwai bidang tersebut. Akibat dari pengabdiannya dibidang sejarah, beliau memperoleh hikmah akan makna ilmu sejarah bagi disiplin ilmu yang lain, khususnya dibidang arsitektur.
Baginya sebaik apapun sebuah bangunan bila tanpa memiliki keterkaitan dengan nilai sejarah atau menelaah sejarah yang ada, terutama riwayat mengenai lokasi bangunan itu berdiri, maka bangunan tersebut hanyalah sebuah bangunan belaka yang dapat diletakkan dimana saja di dunia ini sehingga kurang mempunyai makna tertentu. Dan hikmah lainnya adalah, sejak 1989 hingga kini beliau dipercaya sebagai ketua Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia (LSAI).
Ketertarikannya terhadap arsitektur bermula karena interaksi beliau terhadap lingkungannya. Pada masa SMA beliau sering membaca jurnal-jurnal arsitektur di perpustakaan British Council Bandung. Dari buku-buku itu beliiau dapat dengan cepat memahami gambar-gambar denah, tampak, sehingga akhirnya senang. Tidak seperti sebagian orang yang merasa sukar untuk memahami stereometri atau ilmu ukur ruang, sehingga tidak senang. Dan kebetulan kala itu ada mahasiswa arsitektur yang mondok di rumah orang tuanya, dan Beliau sering pula memperhatikan mahasisiwa tersebut menggambar serta membuat tugas kuliahnya, sehingga menambah ketertarikannya di bidang arsitektur.
Curiculum VitaeNama : DR. Ir. Yuswadi Saliya, M.Arch.
Tempat / Tanggal lahir : Bandung, 15 Juni 1938.
Alamat : Kompleks Dosen ITB, jln. Kanayakan A/4, Dago Atas,
Bandung.
Telp. : 022-2503971
Riwayat Pendidikan
1 . Lulus dari Departemen Arsitektur ITB – tahun 1966.
2 . Master of Architecture diperoleh dari University of Hawaii at Manoa , Honolulu, USA, Dengan beasiswa dari The East – West Centre (1973- 1975 )
3 . Program Doctor di Departemen Arsitektur, ITB, 1997
Perjalanan Karier
· 1977-1979 , Sekertaris Departemen Arsitektur, ITB.
· 1979-1985 , Ketua Departemen Arsitektur, ITB.
· 1985-1987 , Pembantu Dekan Bidang Akademik , Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, ITB.
· 1970-1973 ; 1975-1984 , Anggota Badan Pendidikan ITB .
· 1988-1992 , Anggota Badan Riset ITB.
· 1966- sekarang , Senior Architect –AT – 6 .- Senior Lecturer –ITB .
· 1989- sekarang : Chairman of LSAI (Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia).
- Internasional Jury of Agha Khan Awards.
- National Jury of IAI.
- Juri SAA - Awards , UNPAR.
Selected Projects :
· Hilton Executive Club di Jakarta , sebagai arsitek utama , 1971-1973.
· Anjungan DKI , di TMII , arsitek utama , Pemenang Sayembara, 1972.
· Rumah Dinas Rektor ITB , arsitek, 1972.
· Rumah Tinggal di Cisatu , Bandung 1990.
· Gedung Departemen Arsitektur , ITB , arsitek utama / koordinator , 1997-1998.
· Desain Logo Ikatan Arsitek Indonesia IAI.
Studi Kasus
Hilton Executive Club, Jakarta
Beliau mengambil bentuk geometri dasar piramida. Di sini saya merancang dengan bermain-main dengan bentuk segitiga sementara pertimbangan- pertimbangan perkotaan menjadi kendala yang harus ditaati. Bangunan tidak bisa tinggi, agar tidak menghalangi pandangan orang dari Jembatan Semanggi ke arah Stadion Senayan. Konsep rancangan lebih diutamakan pada aspek fungsionalnya, yaitu terbuka terhadap publik. Bentuk bangunan dipilih bentuk yang modern sama sekali, dan mengambil presedens dari bentuk yang sudah ada, yaitu piramida.
Anjungan DKI Jakarta, TMII Jakarta
Konsep utamanya adalah mencari bentuk yang mewakili daerah Jakarta. Beliau tidak mengikuti arsitektur vernakular, dan lebih mengelaborasi bentuk-bentuk yang modern, karena Jakarta adalah kota modern yang tidak memiliki ciri khusus. Pencarian bentuk kemudian tertuju pada ide-ide universal tentang arsitektur. Sehingga akhirnya jadilah sebuah bangunan yang berdasar pada bentuk ”yoni” dari Monas. Dan desain ini menang dalam sayembara.
Rumah Dinas Rektor ITB, Bandung
Pada kasus ini terbentur oleh kebijakan terhadap rumah dinas, yang menyebabkan luasan 300-400 m2. dibuat menjadi seperti 3 unit rumah. Ketiga massa bangunan tersebut dihubungkan oleh ruang pertemuan yang bersifat terbuka. Bentuk bangunan mengikuti konsep geometris dan tropis. Tempat Pertemuan terbuka, yang mempunyai fungsi lain sebagai penghubung anatar unit rumah, yang sebenarnya adalah merupakan satu unit rumah.
Gedung Departemen ITB
Karena tapak terletak dilokasi yang sudah terstruktur, maka pada desain Gedung Departemen Arsitektur tidak terlalu melihat benturk morfologi tapak. Bentuk bangunan dipilih yang modern dan tropis serta mengikuti ciri khas bentuk bangunan di kampus ITB.
Rumah Tinggal Di Cisatu, Bandung
Direncanakan pada lahan ber Lereng dengan konsep split level. Komposisi bentuk-bentuk geometris dalam tatanan yang sesuai dengan lahan berlereng tersebut. Konsep atap tropis dengan kemiringan 30 yang menyatu dengan alam. Akan tetapi tinggi plafondnya hanya 2,70 m. Sehingga bangunan tersebut berkesan rendah.
Desain Logo IAI
Menggunakan bentuk geometris yang sederhana, Huruf IAI dilambangkan layaknya sebuah bangunan yang melambangkan pergerakan pembangunan di lingkungannya. Lingkungannya dilambangkan dengan bentuk lingkaran yang bawahnya terpotong oleh datarnya lahan / bumi. Perbandingan jarak tebal garis dan komposisi mengikuti aturan golden section.
Catatan (1)
Architype artinya adalah: Original pattern, model, prototype, or blueprint. According to modern, psychological astrology, archetypes... Archetype dan Autonomous Complex. Dalam psikologi Jung, Architype artinya adalah ketidaksadaran kolektif dapat terdiri atas komponen komponen dasar kekuatan jiwa yang oleh Jung disebut sebagai archetype. Archetype merupakan konsep universal yang mengandung elemen mitos yang luas. Konsep archetype ini sangat penting dalam memahami simbol mimpi karena ia menjelaskan kenapa ada mimpi yang memiliki makna universal, sehingga bisa berlaku bagi semua orang. Dan ada pula mimpi yang sifatnya pribadi dan hanya berlaku untuk orang yang bermimpi saja. Jung memandang archetype ini sebagai suatu autonomous complex, yaitu suatu bagian dari kekuatan jiwa yang melepaskan diri dan bebas dari kepribadian. Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92). Bagi Jung pandangan Freud terlalu menjagokan pandangan seksualitas dan orientasi yang mekanistis-biologis. Jung mengajak psikolog untuk meyakini asumsi dasar yang berbeda, ia menyatakan bahwa manusia selalu terkait erat dengan mitos, hal mistis, metafisis, dan pengalaman religius. Jung melihat manusia sebagai makhluk biologis yang jiwanya berkait erat dengan pola-pola primordial. Manusia memang memiliki aspek kesadaran dan ketidaksadaran bahkan kumpulan kolektif ketidaksadaran yang berbeda dengan dorongan Id menurut Freud. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, manusia memiliki sifat universal dalam hal sensasi, suara qalbu, pikiran dan perasaan.
5. Basauli Umar Lubis (1955...)
Konsep Desain: Functional, Charming, Programmatic Architecture
Functional
Titik keberangkatan sikap dalam berarsitektur adalah berangkat dari penggunaan, berangkat dari proses pemikiran bagaimana pengguna menggunakan & mengartikan ruang. Karakter bangunan terbentuk dari sifat pengguna dan pengunaannya. Arsitektur yang baik adalah ketika arsitektur dapat memenuhi tingkat kebutuhan & kenyamanan dengan baik.Letak tingkat kreativitas arsitek terletak pada bagaimana menterjemahkan dan menjawab kebutuhan dengan baik. Estetika atau bentuk merupakan secondary step. Namun tidak menutup kemungkinan jika bentuk hadir pertama kali didasarkan tujuan/fungsi, seperti halnya bilbao yang hadir dengan tujuan menarik wisatawan. Estetis/Bentuk lahir dari penggunaan, bukan sesuatu yang diada-adakan. Ruang/simbol dalam arsitektur harus dapat dimengerti oleh pengguna. Dan yang tidak kalahnya pentingnya adalah Karya arsitektur yang baik adalah karya yang dapat di uji.
Studi Kasus
Semarang Golf Club House
Dalam perancangan Club house, penggunanya adalah kelas menengah ke atas. Kelas mengengah keatas memiliki karakter yang mapan. Segi privasi dan keintiman menjadi ukuran penghargaan dari sebuah kemapanan. Pada akhirnya arsitektur yang hadir adalah arsitektur yang memilliki hubungan ruang yang intim dan sophisticated. Ruang yang hadir bukan ruang publik yang terlalu terbuka namun ruang publik yang intim.
Charming
Karya arsitektur akan baik dan akan tetap eksis apabila karya tersebut memberikan kesan mendalam/CharmIng baik dari segi fisik maupun psikologis. Impresi mendalam tidak harus dicapai dengan sesuatu yang spektakuler, namun dapat tercapai ketika manusia/pengguna merasakan manfaat yang banyak dan kesan yang mendalam bagi pengguna. Kesan charming ini dapat dicapai dengan memperhatikan skala manusia,orientasi, dan sirkulasi manusia selain esensi dasar kebutuhan yang telah terpenuhi. Arsitektur yang anggun adalah arsitektur yang memanusiakan manusia.
Studi Kasu
Semarang Golf Club House
Ketepatan Skala manusia dan kenyamanan pergerakan fisik & visual menjadi pertimbangan utama dalam perancangan club house tersebut. Dengan hal ini maka tingkat kenyamanan tercapai dan secara tidak sadar pengguna/manusia akan merasa menyukai bangunan tersebut.
Programmatic
Program dalam arsitektur merupakan tingkat kreatifitas tertinggi dalam arsitektur. Program dalam arsitektur merupakan pemaknaan dan solusi untuk menjawab kebutuhan. Programmatic memiliki pengaruh besar dalam penentuan arah karya arsitektur. Selain isu kontekstual yang sudah menjadi kewajiban arsitek, arsitek harus melangkah lebih tinggi lagi, untuk bisa mengevaluasi kekuatan tempat. Arsitektur akan baik jika menghasilkan sinergi kegiatan didalam dan hubungannya dengan lingkungan luar.
Site
Kekuatan tempat merupakan kunci terbentuknya program arsitektur. Kontekstual terhadap site sudah menjadi kewajiban Arsitek, namun diluar itu arsitek harus bisa ke tingkat lebih tinggi lagi. Arsitek harus bisa mengevaluasi site dan menjawab kebutuhan & potensi kekuatan tempat dan menterjemahkannyamelalui ke dalam program arsitektur.
Contoh Kasus Lain Pemikiran
Contohnya dalam Bangunan sekolah berasrama, penggunanya adalah siswa yang belajar serta tinggal di dalam area sekolah. Dengan melihat ini maka \timbul pemikiran bagaimana mengembalikan suasana/lingkungan rumah dalam lingkungan sekolah. Caranya adalah dengan menghadirkan ruang formal, informal & nonformal. Saat siswa kembali ke hunian diharapkan menjadi manusia yang hidup seperti biasa. Lingkungan sekolah asrama dapat dilihat sebagai saru kesatuan kota.
Dalam bangunan Pelelangan ikan, aktivitasnya adalah pelelangan dan diperlukannya pengawasan. Dengan melihat proses bagaimana manusia beraktivitas maka timbulah bentuk arsitektural bertingkat dua. Pada dasarnya pelelangan ikan hanya terdiri dari satu lantai. Namun dengan melihat aktivitas pengawasan sebagai salah satu bagian yang menentukan wujud arsitektural, munculah bangunan berlantai dua. Selain itu hal ini juga dapat mengakomodasi pertukaran udara. Arsitektur yang hadir tidak di ada-adakan, namun hadir karena penelusuran aktivitas manusia.
6. Baskoro Tedjo (1958..)
Konsep Desain: Karakter dan Ikon dalam Pemaknaan Sebuah Fungsi Bangunan
Manifesto pada Fungsi Bangunan Rumah Tinggal
Hanya ada satu kepribadian dalam satu rumah...
Rumah harus mencerminkan karakter dari si pemakainya, dan karakter itu tidak boleh lebih dari satu, karena rumah harus mempunyai satu karakter tunggal bukan 2 atau lebih yang bisa menimbulkan konflik. Dalam setiap perancangan rumah tinggal, sebenarnya ada dua kemungkinan karakter kepribadian yang bisa dijadikan konteks desain, apakah dari owner atau dari sang arsiteknya. Namun demikian, sebaiknya karakter owner adalah yang paling utama sebab sang owner inilah yang nantinya banyak menghabiskan waktunya dirumah tersebut.
Karakter sang arsitek bisa dimasukkan apabila karakter dari owner tidak kelihatan, artinya bisa saja sang pemilik rumah menginginkan suatu karakter lain pada konsep huniannya. Sesuatu yang perlu diingat disini adalah apabila ada pemaksaan karakter dalam sebuah karya rumah tinggal bisa dipastikan bahwa konsep rumah itu akan mengalami kegagalan, konkretnya bisa dilihat dengan perubahan fungsi ruang yang berbeda dalam bangunan dengan konsep awal akibat ada pemaksaan karakter dari sang arsitek kepada owner. Seperti contoh pada bangunan minimalis, apabila dipaksakan pada sebuah rumah dengan karakter penghuni yang bukan minimalis maka fungsinya akan berubah, misalnya dengan penempatan barang yang sembarangan dari sang pemilik dalam kesehariannya (red: bisa ”ancur” menurut Baskoro Tedjo).
Fungsi dari arsitek sendiri dalam perancangan rumah tinggal adalah memberi karakter rumah tersebut sesuai dengan karakter pemiliknya, supaya bisa tampil lebih gaya. Caranya adalah dengan membaca kepribadian owner secara keseluruhan. Dengan menggunakan teori spasial order, maka karakter hunian dari sang pemakai harus mendapat perhatian lebih dan bersifat tetap serta tidak boleh dirubah.
Kebudayaan juga merupakan elemen penting yang harus menjadi pertimbangan dalam merancang selain site. Karakteristik arsitektur yang unik muncul salah satunya dengan menggunakan pendekatan budaya dan mengetahui kekuatan dari site. Metode desain yang dipakai oleh Baskoro Tedjo dalam setiap perancangannya adalah dengan menggunakan kekuatan kedua elemen ini.
Arsitektur selalu berawal dari site. Itulah yang menjadi keyakinan Baskoro Tedjo dalam desainnya. Lingkungan sekitar (environment) baik didalam site maupun diluar site sangat berpengaruh dalam setiap rancangannya. Korelasi antara site dan budaya menghasilkan aliran yang menurut dia disebut dengan Contemporary Traditional.
Manifesto pada Fungsi Bangunan Publik
Bangunan publik harus menjadi ikon
Ikon yang dimaksud disini bukanlah iconic building seperti karya-karya arsitektur avant garde. Ikon yang dimaksud disini lebih pada ikon dalam arti ketimuran. Artinya adalah bahwa ikon tidak harus berwujud fisik, akan tetapi ikon lebih pada sesuatu yang harus disukai, dihargai, dihormati (affective) dan dipakai serta melekat pada masyarakat. Jadi suatu ikon tidak harus berwujud suatu bentukan visual yang “wah” saja, akan tetapi harus menciptakan suatu “attach” atau keterikatan antara masyarakat dengan bangunan itu. Ikon bisa berwujud visual, historikal, emosional, intelektual, kontekstual, dan lain sebagainya.
Metodenya adalah tetap dengan bangunan harus mengikuti site, karena site sudah menentukan karakter awal bangunan. Metode ini sangat relevan mengingat Baskoro Tedjo banyak mendapat ilmu dari Jepang yang nota bene ciri arsitektural bangunan di Jepang sangat memperhatikan site beserta lingkungan sekitarnya sebagai elemen pendukung desain. Selain itu gaya contemporary traditional yang kerap dipakainya juga berkorelasi dengan penguasaan dia dalam environment behaviour. Sebuah pemahaman mengenai contemporary atau kontemporer disini adalah usaha untuk memaknai kembali (sebuah/sesuatu), sesuai dengan pemahaman dan kesejamanan yang berlaku saat ini (kekinian). Selain itu, pengaruh arsitek-arsitek Jepang idolanya seperti Tadao Ando, Kisho Kurokawa, dan Arata Isozaki juga ikut memberikan corak yang berbeda dalam setiap desainnya. Ketertarikan Baskoro Tedjo terhadap para arsitek Jepang tersebut, sedikit banyak juga telah mempengaruhi manifestonya dalam di dunia keprofesionalannya.
Makna dari arsitektur bisa sangat sempit, luas serta dapat berbeda-beda, bergantung pada pendekatan perancangan yang dilakukan arsitek dalam merancang sebuah bangunan. Berbagai konteks arsitektur memang mengharuskan mengacu kepada aspek keindahan (secara visual). Aspek keindahan dalam konteks arsitektur ini biasanya diupayakan sejalan dengan fungsi ruang. Salah satu contohnya dapat dilihat pada proyek Rumah Andonowati yang karyanya berkaitan sebagai sebuah fungsi rumah tinggal dan bangunan publik (red: privat yang di publikkan) pada Selasar Sunaryo Art Space sebagai fungsi art & cultural center. Lokasi site bangunan yang sama-sama berada di atas bukit Dago ini mempengaruhi bentuk bangunan yang harus dipertimbangkan secara arif oleh Baskoro selaku arsitek.
Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Rumah ini sekarang menjadi objek wisata
Ciri desain Baskoro yang dikenal “tenang” dan sangat konseptual, kali ini kembali ditampilkan. Karyanya diupayakan disesuaikan dengan sebuah fungsi bangunan yang mengedepankan sebuah karakter dan kedinamisan. Karya-karyanya ini dapat dikatakan sebagai arsitektur kontemporer yang responsif terhadap iklim dan lingkungan setempat dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada disekitarnya sebagai acuan dalam merancang. Proyeknya tetap berlandaskan prinsip ekonomi tetapi tetap pula mempertimbangkan berbagai aspek lain seperti aspek lingkungan dan aspek hunian modern.
7. Alexander Santoso (1965..)
Konsep Desain: Penciptaan Kekayaan Perspektifis
Manifesto: Menciptakan kekayaan perspektifis
Dalam setiap disainnya, ia selalu memperhatikan kebutuhan klien. Kebutuhan-kebutuhan klien ini nantinya akan menjadi ide awal dalam sebuah proses disain. Dalam prosesnya, kebutuhan klien ini kemudian diwujudkan dalam jumlah dan besaran ruang. Kemudian bagaimana bentuk masa bangunan terjadi merupakan peran arsitek untuk mewujudkannya.
Pemikiran paling mendasar dalam penciptaan bentuk masa bangunan adalah, dalam setiap karyanya, dia selalu berusaha untuk ’menciptakan kekayaan perspektifis’.
Kekayaan perspektfis adalah, bagaimana kita menciptakan sebuah bentuk, sehingga dari sebuah titik pandang, masa bangunan dibuat kaya dalam bentuk dan sudut pandang. Dalam hal ini, eksplorasi perletakkan masa merupakan hal yang penting, yang tentu saja perletakkan ini harus juga membawa banyak keuntungan bagi interior bangunan.
Kekayaan perspektifis tidak hanya diterapkan untuk fasad bangunan, namun juga harus dapat dirasakan manfaatnya bagi pengguna bangunan. Dalam menciptakan bentuk-bentuk interior, sequence merupakan hal yang penting. Baginya, sequence tidak hanya mementingkan pergerakan atau sirkulasi di dalam bangunan, namun juga bagaimana menciptkan suasana visual yang berbeda pada setiap titik. Fungsi ruang juga menentukan penciptaan karakter ruang. Misalnya saja, bagaimana sebuah entrance bangunan dibuat sehingga memiliki kesan mengundang, atau permainan suasana tangga, dimana dalam setiap ketinggian tangga, kita dapat melihat pemandangan yang berbeda pula. Hal ini dilakukannya untuk menciptakan pengalaman ruang yang kaya, hal ini tidak hanya dirasakan efeknya secara horisontal, namun harus juga dirasakan secara vertikal.
Konsep dan Visi
Tropikal
Semenjak tahun 1993, proyek yang dikerjakan oleh Bapak Alexander berada di Indonesia. Oleh sebab itu, konsep dasar yang selalu digunakan dalam setiap disainnya adalah ’tropikal kontemporer’. Baginya tropikal merupakan pendekatan yang paling tepat dalam setiap disain yang ada di Indonesia apapun fungsi bangunannya. Disebut paling tepat karena dengan sendirinya tropikal akan menyelesaiakan masalah-masalah yang dapat ditimbulkan oleh iklim tropis. Penggunaan atap dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan air hujan, penggunaan teritis bangunan yang dapat menciptakan bayangan, penciptaan kolam-kolam untuk mendinginkan iklim setempat, merupakan beberapa contoh pendekatan tropikal.
Spacial Experience
Menciptakan pengalaman tertentu dengan membuat ruang-ruang yang dinamis dan berkesinambungan. Hal ini diciptakan dengan pembuatan secara mendetail sequence yang akan diciptakan pada interior bangunan.
Time & Place Identity
Speaks to the moment & place, take risks, transcendence to the future.
Kontemporer sendiri baginya adalah sesuatu ’untuk saat ini’. Oleh sebab itu, apabila dilihat disain-disain bangunannya dari tahun 1993, maka selalu terdapat perubahan. Perubahan ini baginya terjadi karena setiap masa atau waktu memilki kecenderungan yang berbeda juga, sehingga setiap penciptaan selalu memiliki proses yang berbeda, yang pada akhirnya dapat menciptakan produk yang berbeda-beda juga.
Kecenderungan ini baginya juga terbentuk karena adanya alam bawah sadar. Belum banyak hal dapat ia ungkapkan disini, karena menurutnya pemikiran mengenai penyelesaian tanpa sadar ini masih dia gali dan kaji. Pada intinya adalah, semakin banyak kita membaca, melihat, dan merasakan, maka dengan sendirinya masalah-masalah disain, serta penciptaan-penciptaan bentuk, akan terjadi dengan sendirinya. Baginya inspirasi dapat datang dari mana saja, oleh sebab itu, tidak mudah bagi dia untuk mengungkapkan siapakah arsitek yang paling mempengaruhi desain-desainnya. Peter Eisenman, Zaha Hadid, Alvarez-Kala, Tadao Ando, merupakan beberapa arsitek yang memberikan cukup banyak kontribusi pada alam bawah sadarnya. Baginya bukan peniruan gaya, namun bagaimana mencoba merasakan bagaimana ruang-ruang yang diciptakan oleh arsitek-arsitek ini.
Usage
Usage instead of function
Dalam disainnya, dia lebih mementingkan kegunaan setiap ruang yang diciptakan daripada hanya memperhatikan fungsi ruang tersebut. Kegunaan tidak hanya berdasarkan fungsi, namun juga kebutuhan pengguna, dan penciptaan atmosfir untuk mendukung kebutuhan pengguna.
Layering & Repetitive
Multilayer & repetitive elements.
Untuk menciptakan kekayaan perspektifis, bangunan dibuat multilayer, dengan penumpukan dan penyusunan beberapa masa, baik dalam bentuk masa yang sama ataupun beragam bentuk masa. Hal ini juga berkaitan dengan kegunaan dari setiap masa bangunan.
Repetisi dari elemen bangnan dicipciptakan sebagai pengikat dari masa-masa bangunan yang tercipta.
Balance in / between
Composition, Proportion, Tone & Color, Surfaces & Materials, Grids, Massive & Transparent Characters, Elements: line, wall, box.
Keseimbangan dalam seluruh elemen diatas sangat diperhatikan. Semua elemen-elemen tersebut harus saling mendukung dan semuanya bertujuan untuk membentuk karater bangunan sesuai kegunaan pada setiap titik bangunan.
Studi Kasus
Permata Hijau House, Jakarta Bangunan superimpose.
Tapak rumah ini berada pada hook jalan. Dalam kasus ini, dia berupaya untuk menciptakan kekayaan ruang tidak hanya bagi penghuni, namun juga bagi lingkungannya. Pada umumnya masa bangunan dibuat berbentuk huruf L, dimana bentuk L tersebut mengikuti sisi jalan, sehingga terbentuklah ’benteng’ yang akan menghasilkan inner court pada bagian tengah bangunan. Namun, bagi Pa Alex, bentuk seperti ini tidak akan memberikan banyak kontribusi pada lingkungan. Oleh sebab itu, maka dia membuat masa huruf L dengan sisi yang menempel dengan dinding tetangga. Dengan begitu, maka akan tercipta ruang terbuka yang lebih besar pada bagian depan bangunan.
Untuk memisahkan antara ruang dalam dan ruang luar pada ruang terbuka, maka digunakan diding dengan material kaca. Material transparan ini dipilih sehingga tidak membatasi ruang terbuka secara visual, namun dapat memberikan rasa aman dengan kehadiran dinding sebagai pembatas. Kolam sebagai media untuk merubah suhu bangunan dihadirkan disini. Bahkan fungsinya lebih dari itu, kolam juga berfungsi sebagai batas antara ruang luar dan dalam.
Lantai dua pun berbetuk huruf L. Namun perletakannya tidak tepat berada diatas masa L lantai dasar, sehingga dapat menciptakan ruang di belakang huruf L tersebut. Selain itu huruf L ini dibuat lebih panjang. Hal ini untuk menyiasati GSB, dimana pada lantai dasar bangunan harus berada di dalam GSB, sementara lantai dua bisa melebihi GSB tersebut, sehingga volume ruang bisa lenih besar.
Yang menarik dari masa lantai dua ini adalah, masa bangunan diputar pada satu titik untuk menciptakan sudut perspektif yang berbeda. Dengan begitu, maka bangunan seperti memiliki banyak muka. Titik yang diambil sebagai pusat putaran adalah titik dimana apabila perputaran terjadi maka akan selalu menguntungkan untuk interior bangunan.
Tentang Alexander Santoso
Pencarian identitas diri kami dalam berarsitektur masih berlangsung sampai saat ini. Kalaupun didapati pengulangan gaya design, hal itu merupakan proses evolutif dalam mencari bentuk yang lebih berkarakter. Dunia dan perubahannya yang berlangsung terus menerus,membawa kami untuk bergerak secara responsif terhadap apa yang sudah dan akan terjadi di sekitar kita.
Tak pernah ada kata cukup bila mengukur karya-karya kami dalam rentang waktu. Dua belas tahun berjalan dalam proses artikulasi ruang tetap menyisakan rencana akan kesempurnaan layanan. Petualangan dalam relasi antara proses dan hasil akhir, mutu dan biaya, masif transparan, berat ringan, kasar ataupun halus adalah permainan yang dapat kami alami, akhiri dan menangkan. Mewujudkan pengalaman unik dengan menciptakan ruang-ruang dinamis dan berkesinambungan, menyusun komposisi dan proporsi massa yang terjaga akan melebur serasi pada keseimbangan faktor kegunaan.
Ruang-ruang yang tersaji berikut dengan berbagai perubahannya ini harus ditempuh dan dimaknai.Yang kami ketahui hanyalah, esok perjalananan kita lebih baik.
Selamat berpetualang!
www.wastuciptaparama.com
Curiculum VitaeNama : Ir. Alexander Santoso
Telepon : 022.2030630
Kantor : Jln. Neglasari Dalam no. 16 B, Bandung
Website : www.wastuciptaparama.com
Latar Belakang
· Kuliah di Universitas Katolik Parahyangan: 1985
· Mendirikan Wastu Cipta Parama:1993
Penghargaan
· Juara Pertama Kompetisi Disain JPO – Halte Trans Jakarta: 2001
· Juara Pertama Kompetisi Desain Gereja: 2001
· Juara Harapan Pertama Desain Rumah Susun: 2001
8. Achmad D. Tardiana
Konsep Desain: Arsitektur Adalah Sebuah Proses Dalam Mengkonstruksi Tapak
Teori dan Manifesto
Menurut Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD, karya arsitetur yang baik adalah arsitektur yang secara spesifik mampu merespon lokasi dimana bangunan didirikan. Dalam hal ini, respon tersebut harus dapat memberikan dampak atau kontribusi yang positif terhadap lingkungan tempat didirikannya bangunan. Dengan kata lain Arsitektur harus dapat menunjukkan lokalitas setempat, yang dapat dilakukan dengan respon terhadap site, atau dapat juga dengan pengunaan material setempat. Beliau terkesan dengan ungkapan Tadao Ando: ”Arsitektur adalah sebuah proses dalam mengkonstruksi tapak, Arsitektur muncul secara alamiah atau merupakan respon terhadap tapak.”
Dalam proses perancangan, Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD cenderung menggunakan teori yang berkaitan dengan Fenomenologi sebagai pedomannnya. Antara lain seperti teori tentang Place, Tektonik, serta Materialitas. Berhubungan dengan teori tentang materialitas ini, Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD berpendapat bahwa ungkapan arsitektur harus dapat disampaikan seefektif mungkin melalui penggunaan material seminimal mungkin. Dalam hal ini arsitek harus pandai mengolah material yang minim agar dapat memperoleh pengungkapan arsitektur maksimal.
Pendekatan Perancangan
Pendekatan perancangan yang dilakukan Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD dapat berbeda-beda di tiap-tiap proyek. Pendekatan tergantung pada karakter atau spesifikasi proyek tersebut, selain juga tergantung pada permintaan atau karakter klien (owner). Pendekatan tersebut antara lain dapat melalui preseden arsitektur, ekologi, penggunaan material, serta bentuk.Mengenai preseden arsitektur, menurut Ir. Achmad D. Tardiana merupakan pendekatan yang paling dekat atau cepat didapatkan oleh arsitek. Hal ini disebabkan karena kita sebagai arsitek selalu berhubungan dengan dunia luar dalam memperoleh informasi mengenai arsitektur, baik secara langsung (melihat), atau melalui media. Hal tersebut kemudian secara tidak sadar tertanam dalam benak arsitek yang pada saat merancang, yang secara tidak sadar pula, kembali muncul sehingga dapat membantu menghasilkan ide-ide dalam merancang.
Berhubungan dengan preseden arsitektur ini Ir. Achmad D. Tardiana kemudian berpendapat bahwa sangat sulit untuk menjadi original dalam hal arsitektur, karena kita selalu berhubungan dengan preseden-preseden tersebut, yang kemudian secara tidak sadar mempengaruhi kita dalam menghasilkan sebuah ide.
Pendekatan yang paling sering atau umum digunakan oleh Ir. Achmad D. Tardiana sehubungan dengan teori yang digunakan sebagai pedoman (bahwa arsitektur harus dapat memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan) adalah bagaimana kita mempertimbangkan persoalan-persoalan lingkungan sehubungan dengan didirikannya sebuah bangunan.
Hal ini dapat kita lihat pada saat Ir. Achmad D. Tardiana berpartisipasi pada sayembara perancangan kantor pusat WWF di Jakarta. Beliau menggunakan pendekatan arsitektur hijau dalam perancangannya. Adapun penerapan arsitektur hijau dalam rancangan adalah:
· Dengan menggunakan bangunan pilotis
· Mempertahankan vegetasi eksisting
· Penggunaan energi pasif (solar cell sebagai energi listrik)
· Proses recycle, dalam hal ini pengolahan air hujan
Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD juga melakukan pendekatan melalui penggunaan material pada saat merancang. Seperti telah disebutkan diatas, beliau berusaha meminimalkan penggunaan material untuk mengungkapkan ungkapan arsitektur semaksimal mungkin.
Selain beberapa pendekatan tersebut, sehubungan dengan ketertarikan Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD
dalam bidang perkotaan, beliau juga melakukan pendekatan secara urban (perkotaan). Dalam setiap rancangannya, yang berhubungan dengan konteks perkotaan, selalu dihubungkan dengan dimensi-dimensi perkotaan. Dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD mengenai respon terhadap lingkungan, bangunan harus dapat memberikan kontribusi positif terhadap kota.
Proses Perancangan
Adapun proses perancangan yang dilakukan Ir. Achmad D. Tardiana sehubungan dengan teori serta pendekatan yang dimilikinya antara lain:
· Memahami program, termasuk juga memahami klien (karakter maupun keinginan teradap bangunan).Yang dimaksud disini adalah bagaimana menghubungkan kelompok-kelompok kegiatan, memahami keinginan-keinginan serta tujuan klien, yang nantinya temanifestasi dalam kebutuhan ruang. Pada saat pemahaman terhadap program ini, sudah muncul gagasan-gagasan ke arah mana arsitektur bangunan dikembangkan (gambaran kasar mengenai desain).
· Pemahaman terhadap lokasi (menurut Ir. Achmad D. Tardiyana paling penting).Bertujuan untuk memunculkan gagasan mengenai bentuk-bentuk arsitektural, bentuk-bentuk ruang yang lebih jelas.Hal ini biasanya dilakukan dengan melihat langsung kondisi site, sehingga dapat memahami potensi serta kekurangan site. Namun apabila terdapat keterbatasan-keterbatasan, dapat dilakukan dengan melihat peta garis, foto udara, atau foto-foto survey.
· Kemudian sebelum masuk ke proses desain, menjalin antara gagasan-gagasan (yang muncul pada saat pemahaman program) dengan potensi serta ide yang didapatkan pada saat melihat site. Sehingga pada akhirnya muncul gagasan-gagasan yang lebih fix yang kemudian dituangkan dalam proses desain lebih lanjut.
9. Eko Purwono (1962...)
Konsep Desain: Pragmatic Arsitektur, Menggali Lebih Dalam Nilai-Nilai Lokal
Sekilas tentang Ir. Eko Purwono, Ms. Arch. S
Eko Purwono, sosok arsitek yang dikenal selain sebagai seorang dosen jurusan Arsitektur (kira-kira sudah 29 tahun) di Intitut Teknologi Bandung juga dikenal aktif di Dewan Pendidikan Kota Bandung dan menjabat sebagai Ketua Yayasan MP2I (Masyarakat Pemerhati Pendidikan Indonesia). Karakternya yang dapat dikatakan kritis dalam mengutarakan pendapatnya terutama terhadap dunia pendidikan di Indonesia menggambarkan komitmen Eko Purwono sebagai sosok seorang pendidik serta sebagai arsitek yang memiliki prinsip yang kuat dan dikenal di kalangan komunitas arsitektur baik dari dunia akademisi dan praktisi.
Pandangan Tentang Manifesto Arsitek International
Menurut Eko Purwono, yang dikenal sebagai ahli di bidang Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitektur, bahwa biasanya yang senang ber-‘manifesto’ adalah arsitek-arsitek muda (penulis mengartikannya dengan arsitek yang berusaha mencari identitas) dan yang paling menyukai manifesto itu adalah arsitek-arsitek italy pada tahun 1919 (jika dibandingkan dengan arsitek Amerika dan Inggris) dan, Eko Purwono juga menambahkan bahwa arsitek dalam berkarya terkadang tidak memiliki konsep atau memakai konsep tetapi tidak dapat menceritakan konsep tersebut, dan Eko Purwono memberi gambaran manifesto yang dilakukan oleh Peter Eisenman, dimana Eisenman mencoba mengganggu tatanan yang sudah ada dan kemudian mampu merumuskan kembali secara akademik setelah itu dijadikan sebagai salah satu sarana menawarkan karya Eisenman kepada masyarakat.
Pandangan Tentang Manifesto Arsitek Indonesia
Arsitek Indonesia sebaiknya memiliki manifesto yang murni dibuat oleh arsitek itu sendiri agar betul-betul terdapat perenungan, pemahaman dan kesadaran yang penuh dalam pencarian identitasnya. Dengan demikian, autobiografi/monograf yang dihasilkan tidak hanya sekedar berisi kronologis perjalanan hidup dengan daftar karya-karya yang dihasilkan pertahunnya tanpa menyertakan visi dan pesan yang ada dibalik masing-masing karya tersebut. Disini Eko Purwono menambahkan, arsitek-arsitek muda juga sebaiknya dapat menggali lebih dalam nilai-nilai lokal (local knowledge, local identity, local culture) sehingga menghadirkan desain Arsitektur yang berkarakter lokal .
Pendekatan Perancangan
Secara umum pendekatan perancangan yang dilakukan Eko Purwono dapat berbeda-beda di tiap-tiap proyek tergantung dari karakter proyek tersebut, kemudian Eko Purwono memasukkan nilai-nilai lokal (local knowledge, local identity, local culture) yang digabungkan dengan material dan teknologi yang tersedia pada daerah setempat sehingga mampu menghadirkan desain Arsitektur yang berkarakter dan bermakna. Mengenai preseden arsitektur, menurut Eko Purwono merupakan pendekatan yang paling dekat atau cepat didapatkan oleh arsitek. Hal ini disebabkan karena kita sebagai arsitek selalu berhubungan dengan dunia luar dalam memperoleh informasi mengenai arsitektur, baik secara langsung (melihat), atau melalui media. Hal tersebut kemudian secara tidak sadar tertanam dalam benak arsitek yang pada saat merancang, yang secara tidak sadar pula, kembali muncul sehingga dapat membantu menghasilkan ide-ide dalam merancang.
Sebagai seorang arsitek, Eko Purwono sangatlah akomodatif terhadap keinginan dari para pemberi tugas. Tujuannya mendesain adalah membuat sesuatu yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Jadi desain - desain yang ada pada proses awal proyek, bisa saja berubah pada akhirnya. Sesuai dengan komunikasi yang terjadi antara arsitek dan klien selama proses desain terjadi.
Dalam menentukan layout dari sebuah desain disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, hal ini tergantung dari pemberi tugas. Misalnya untuk bangunan rumah sakit didasarkan kepada kebutuhan fasilitas yang akan disediakan, pada kantor disesuaikan dengan jenis kantor yang diinginkan berdasarkan standar - standar yang baku. Sebelum masuk ke perihal desain terlebih dahulu haruslah mempelajari dan mengetahui kondisi masyarakat sekitarnya, kondisi alam dimana bangunan itu akan berada. Bagaimana nantinya bangunan tersebut akan mempengaruhi lingkungan tempat dia berdiri, diusahakan seminimal mungkin agar tidak minimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Eko Purwomo sangat consern pada konteks lokal, budaya, dan alam lingkungan sekitar.
10. Isandra Matin Ahmad (1962...)
Konsep Desain: Respon Estetik dari Sekuensi Pengalaman Pengamat Visual Arsitektur 2)
(lihat cacatan kaki tentang respon estetik dan respon kritis)
Arsitektur Andra Matin adalah arsitektur yang sinematik. Arsitektur sebagai sebuah peristiwa ditata ke dalam alur pengalaman yang tersusun dalam sekuens, sehingga pemahaman/apresiasi (pemahaman mungkin bukan kata yang tepat) akan keseluruhan cerita “ditunda”, tidak terpahami langsung dalam waktu yang bersamaan. Jika arsitektur pada umumnya telah menstandarkan atau mendatarkan emosi dengan cara menghilangkan ekstrim dari spektrum emosi manusia, maka arsitektur Andra Matin “memaksa” kita meminjamkan emosi kita, dan meletakkannya di sana. Ia terasa hadir justru bukan semata-mata dari eksistensi materialnya, melainkan pada imaji-imaji dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan pada yang mengalaminya. Dengan demikian, ia membuat kita merasakan adanya keterikatan pada tempat, waktu, dan terutama pada diri kita sendiri, secara lebih kuat dan bermakna.
Catatan (2)
Dalam mengamati sebuah karya, baik karya arsitektur maupun karya seni visual, secara teoritik ada dua jenis respon, yaitu respon estetik dan respon kritis/kritik. Respon estetik adalah respon emosional dan hal ini berbeda dengan respon kritis yang bermuara ke pemahaman/apresiasi tentang apa yang diamati. Nampaknya konsep desainnya filosofi yang mementingkan pengalaman user (pemakai) filosofinya adalah user oriented design.
Isandra Matin Ahmad adalah seorang arsitek yang karya-karyanya menerima banyak penghargaan sejak mendirikan Andra Matin Architects pada tahun 1998. meraih IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Award pada tahun 1999 dan 2002 untuk Gedung kantor Le Bo Ye Graphic Design dan Gedung Dua8 di Kemang, Jakarta Selatan. Untuk itu juga pada tahun 2007 Walpaper Architecture Directory menobatkan Andra Matin sebagai salah satu arsitek, dari 101 arsitek dunia, yang paling berkiprah di tahun 2007. Terakhir, pada tahun 2008 Pak Andra kembali berhasil menyabet 3 piala dari 7 penghargaan yang ada pada IAI Award.
Biodata
Nama : Ir. Isandra Matin Ahmad
Lahir : Bandung 1962
Pendidikan dan karir :
· 1988 Lulus dari Universitas Parahyangan, Bandung
· 1990-1998 Bekerja di PT. Grahacipta Hadiprana, Jakarta
· 1998 Mendirikan Andra Matin Architect (AMA), Jakarta
· Telah mengajar di Universitas Indonesia, Universitas Parahyangan, Institut Teknologi
Bandung dan Universitas Tarumanagara.
· 1998 Proyek Le Bo Ye Graphic Design Office, Jakarta Selatan
· 1999 Proyek Paper Gallery, Bandung
· 1999 Gedung Dua8 Ethnology Museum, Kemang, Jakarta Selatan
· 2001 Proyek Ak’sara Bookstore, Kemang, Jakarta Selatan
· 2002 Proyek Ramzy Gallery, Bangka, Jakarta Selatan
· 2005 Pameran Bienalle
Award:
1. 1999 Penghargaan IAI untuk proyek Gedung kantor Le Bo Ye Graphic Design dan Gedung Dua8 Kemang, Jakarta Selatan.
2. 2002 Penghargaan IAI untuk proyek Gedung kantor Le Bo Ye Graphic Design dan Gedung Dua8 Kemang, Jakarta Selatan3 2006 Penghargaan IAI DKI Jakarta untuk proyek Conrad Chapel di Bali yang dirancangnya bersama Antony Liu dan Ferry Ridwan
4. 2006 Penghargaan IAI DKI Jakarta untuk proyek rumah tinggal di Kuningan, Jakarta Selatan
5. 2006 Penghargaan IAI DKI Jakarta untuk proyek kantor Javaplant di Tawangmangu, Jawa Tengah
6. 2007 terpilih sebagai salah satu arsitek dari 101 arsitek baru dunia paling berkiprah di tahun 2007 versi' walpaper* architecture directory.
11. Budi Pradono (1970....)
Konsep Desain: arsitektur hijau’
Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia.
Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Biodata
Nama : Budi Pradono
Lahir : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir
· 1995 lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
· 1995 – 1996 Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney
· 1996 – 1999 Bekerja di Konsultan Desain Internasional
· 1999 Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono
· 1999 – 2000 Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta
· 2000 – 2002 Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo
· 2002 – 2003 Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory
of architecture, Rotterdam
Award
· 1993 Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture Competition. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia
· 1993 Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for the Loji Kecil Area of Yogyakarta
· 2000 Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute)
· 2000 Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta
· 2004 Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali
· 2004 Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali
· 2005 Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia Indonesia Design Magazine
· 200 Honourable mention, Penghargaan AR untuk Emerging Architecture, London
12. M. Ridwan Kamil (1971...)
Konsep Desain: Analogi dalam Sebuah Karya Arsitektur
Ada 4 teori yang selalu dipakai oleh Ridwan Kamil dalam merancang :
1 Teori Analogi. Dalam merancang sebuah ruang diperlukan nilai-nilai, simbol yang merupakan analogi dari bangunan tersebut. Dengan merespon terhadap konteks yang ada, mencari sesuatu yang unik dari poyek yang ada. Dengan analogi bisa membuka cakrawala kemungkinan-kemungkinan bentuk yang baru.
2 Teori Folding. Rancangan suatu ruang bisa dihasilkan dari proses melipat. Membuat proses membentuk dengan melipat sebelum membuat denah bangunan.
3 Green Architecture
4 Creating Programming, Isi dari suatu ruang atau lay out dari sebuah ruang menjadi expresi luar dari bangunan
M. Ridwan Kamil termasuk tipe arsitek Non Signature Architect dimana dalam merancang/ mendesain, desainnya tidak dapat ditebak karena stylenya berubah-ubah. Menurut M. Ridwan Kamil, teori arsitektur selalu menjadi dasar bagi rancangan karya arsitekturnya karena dengan adanya dasar teori, karya arsitektur yang dihasilkan memiliki nilai lebih tinggi. M. Ridwan Kamil hampir selalu menggunakan dasar analogi dalam beberapa karyanya. Baginya analogi merupakan suatu cara menghubungkan karya arsitektur dengan ‘konteks’nya. Dengan dasar analogi ‘konteks’ bisa berarti budaya, spirit, ciri khas, sampai philosofi. Dengan dasar analogi juga akan membuat argumentasi desain bisa dipahami oleh klien, membuat kita sebagai arsitek tertantang mencari cara baru dalam menginterpretasikan sebuah desain. Bagi M. Ridwan Kamil semua projet harus ada ceritanya. Dengan adanya analogi akan membuat sebuah cerita bagi project tersebut.
Studi Kasus
Gerbang Kemayoran
Analogi Experimental dijadikan dasar teori dari gerbang kemayoran. Menghasilkan sebuah gerbang seolah-olah sebuah gapura tapi bukan benda fisik. Konsep rancangan gerbang kawasan kemayoran ini didasarkan pada aplikasi yang fleksibel dari media-media non-arsitektural, seperti cahaya, lampu, dan air. Hal ini dimaksudkan agar suasana gerbang bisa terjadi secara dramatis dan bisa diatur berdasarkan kegiatan-kegiatan di Kemayoran yang dapat berubah-ubah (event-based effects).
Efek ruangan yang terjadi antara lain bisa berupa efek langit-langit virtual dengan aplikasi deretan lampu sorot. Bisa juga berupa efek awan menggantung dengan aplikasi buih air tekanan tinggi dan bisa berupa efek hutan bintang dengan aplikasi titik-titik lampu spot yang acak.
Konsep portal cahaya ini dirancang dengan menempatkan titik-titik lampu di ujung tiang-tiang vertikal primer yang berbaris rapi. Pancaran cahaya dari deretan lampu yang dipasang di kiri dan kanan poros jalan utara-selatan itu secara unik akan membentuk dinding langit-langit virtual yang dibentuk cahaya
Konsep kapono awan dirancang dengan menempatlan titik-titik lubang air bertekanan tinggi pada tiang-tiang sekunder yang melengkung natural. Tekanan tinggi ini diatur sedemikian rupa sehingga air yang keluar hanya berupa buih-buih yang tipis dan transparan.
Dikarenakan dirancang dengan jumlah cukup banyak, kumpulan buih air ini secara bersamaaan akan membentuk awan raksasa yang meneduhkan sekaligus mendinginkan iklim mikro ruang di bawahnya.
Adapun konsep hutan bintang ini dirancang dengan menempatkan titik-titik lampu spot pada tiang-tiang sekunder yang melengkung natural. Kumpulan lampu-lampu ini yang diletakkan secara acak membentuk efek yang mengingatkan pada bintang-bintang di langit.
Kawasan gerbang ini juga dirancang tidak hanya untuk efek visual semata, tetapi juga diskenariokan untuk dapat menstimulasi kegiatan-kegiatan pedestarian yang positif. Kegiatan seperti bermain, duduk istirahat, dan jalan kaki diharapkan hadir di area kawasan gerbang ini.
Bakri JSX
Bangunan Bakri JSX adalah kantor pusat saham pada area Rasuna Epicentrum. Bentuk kumpulan uang recehan menjadi dasar analogi dari bangunan ini.
Hotel Sahid Perdana
Pemilik dari proyek hotel Sahid Perdana ini menginginkan arsitektur jawa. Menurut Ridwan Kamil arsitektur jawa itu bukan bentuk Joglo tapi spiritnya. Sehingga diambil analogi dari lotus kembar, yang merupakan spirit budaya jawa. Teratai kembar ini jika terkena air surut atau pasang selalu kompak mengikuti pergerakan air tersebut.
Gramedia Expo Surabaya
Teori yang menjadi dasar bangunan ini adalah teori folding, dimana proses rancangan suatu ruang dihasilkan dari proses melipat sebelum membuat denah bangunan
Depkop Convention Hall
Teori yang menjadi dasar bangunan ini adalah teori folding.
Curiculum Vitae
Name :M. Ridwan Kamil, ST., MUD
Address: Jl Dago Pojok 1/6, Bandung
Tempat / Tanggal Lahir: Bandung, 4 October 1971
Kantor: Jurusan Arsitektur ITB, Ganesha 10 - Bandung 40132
Urbane Indonesia
Riwayat Pendidikan
· Master of Urban Design, College of Environmental , Design, University of California-
Berkeley, USA, 2001
· Bachelor of Architecture at the Institute of Technology Bandung (ITB), Indonesia, 1995
· National University of Singapore, 1994
Riwayat Pekerjaan
· 1997 – 1999: Junior Architect, HOK Architects (New York)
· 2000 – 2003: Senior Architect & Urban Designer, SOM Architects (San Francisco & Hongkong)
· 2003 – Sekarang: Senior Urban Deisgn Consultant for EDAW San Francisco & EDAW Asia
· 2003 – Sekarang: Principal, Senior Architect, Senior Urban Desinger PT. Urbane Indonesia.
M. Ridwan Kamil adalah salah satu sosok yang sangat menghargai kehidupan, baginya hidup ini hanya sekali. Sehingga dalam kehidupan ini kita harus bermanfaat bagi orang lain. Karena itu selain sebagai arsitek profesional, beliau juga adalah seorang dosen dimana dengan menjadi seorang dosen, Moh. Ridwan Kamil bisa membagikan ilmu kepada semua orang.
Pada kesempatan ini kita akan melihat contoh-contoh bagaimana praktisi arsitek menggunakan konsep-konsep dan teori desain itu untuk karyanya. Khususnya bagi pelaku/tokoh arsitektur Indonesia. Beberapa diantaranya yang akan diuraikan adalah :
Yuswadi Saliya, M. Ridwan Kamil, Baskoro Tedjo, Alexander Santoso, Achmad D. Tardiana, Eko Purwono, Acmad Noe’man, Basauli Umar Lubis dan sebagainya.
Anda dapat mempelajari bagaimana konsep-konsep serta teori arsitektur yang dianut oleh arsitek Indonesia dan penerapannya pada karya arsitektur.
1. Fredrich S Silaban (1912-1984)
Fredrich S Silaban, karya-karyanya menghiasi ibukota Jakarta. Siapa yang tidak kenal Monumen Nasional, Gelora Senayan dan tentunya yang paling membanggakan adalah Masjid Istiqlal. Bangunan masjid terbesar di Asia Tenggara itu dirancang olehnya melalui sebuah sayembara dan karyanya itu menjadi monumen toleransi beragama di Indonesia. Mengapa? Karena Masjid terbesar di Indonesia dirancang oleh seorang Kristen. Ia menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950. Selain Masjid Istiqlal, Monumen Nasional menjadi hasil rancanganya (lihat daftar top 7 sebelumnya, 7 Pencapaian Arsitektur Indonesia) setelah Soekarno memerintahkannya merancang ulang hasil sayembara sebelumnya
Biografi
Ars. Frederich Silaban (lahir di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912 – meninggal di Jakarta, 14 Mei 1984 pada umur 71 tahun) adalah seorang opzichter/ arsitek generasi awal Indonesia. Dia dianggap arsitek otodidak (belajar sendiri). Pendidikan formalnya hanya setingkat STM (Sekolah Teknik Menengah) namun ketekunannya menghasilkan beberapa kemenangan sayembara perancangan arsitektur, sehingga dunia profesipun mengakuinya sebagai arsitek. Seiring perjalanan waktu, ia dikenal melalui berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun. Beberapa diantaranya dapat menjadi simbol kebanggaan Indonesia.
Frederich Silaban menerima anugerah Tanda Kehormatan Bintang Jasa Sipil berupa Bintang Jasa Utama dari pemerintah atas prestasinya dalam merancang pembangunan Mesjid Istiqlal.
Frederich Silaban juga merupakan salah satu penandatangan Konsepsi Kebudayaan yang dimuat di Lentera dan lembaran kebudayaan harian Bintang Timur mulai tanggal 16 Maret 1962 yakni sebuah konsepsi kebudayaan untuk mendukung upaya pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional termasuk musik yang diprakarsai oleh Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat, onderbouw Partai Komunis Indonesia) dan didukung oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (onderbouw Partai Nasional Indonesia) dan Lembaga Seni Budaya Indonesia (Lesbi) milik Pesindo. Frederich Silaban juga berperan besar dalam pembentukan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Pada April 1959, Ir. Soehartono Soesilo yang mewakili biro arsitektur PT Budaya dan Ars. F. Silaban merasa tidak puas atas hasil yang dicapai pada acara Konperensi Nasional di Jakarta untuk pembentukan Gabungan Perusahaan Perencanaan dan Pelaksanaan Nasional (GAPERNAS) dimana keduanya berpendapat bahwa kedudukan "perencana dan perancangan" tidaklah sama dan tidak juga setara dengan "pelaksana".
Mereka berpendapat pekerjaan perencanaan-perancangan berada di dalam lingkup kegiatan profesional (konsultan), yang mencakupi tanggung jawab moral dan kehormatan perorangan yang terlibat, karena itu tidak semata-mata berorientasi sebagai usaha yang mengejar laba (profit oriented). Sebaliknya pekerjaan pelaksanaan (kontraktor) cenderung bersifat bisnis komersial, yang keberhasilannya diukur dengan besarnya laba dan tanggung jawabnya secara yuridis/formal bersifat kelembagaan atau badan hukum, bukan perorangan serta terbatas pada sisi finansial.
Akhir kerja keras dua pelopor ini bermuara pada pertemuan besar pertama para arsitek dua generasi di Bandung pada tanggal 16 dan 17 September 1959. pertemuan ini dihadiri 21 orang, tiga orang arsitek senior, yaitu: Ars. Frederich Silaban, Ars. Mohammad Soesilo, Ars. Lim Bwan Tjie dan 18 orang arsitek muda lulusan pertama Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung tahun 1958 dan 1959. Dalam pertemuan tersebut dirumuskan tujuan, cita-cita, konsep Anggaran Dasar dan dasar-dasar pendirian persatuan arsitek murni, sebagai yang tertuang dalam dokumen pendiriannya, “Menuju dunia Arsitektur Indonesia yang sehat”. Pada malam yang bersejarah itu resmi berdiri satu-satunya lembaga tertinggi dalam dunia arsitektur profesional Indonesia dengan nama Ikatan Arsitek Indonesia disingkat IAI.
Diantara Karya-karyanya
· Gedung Universitas Nommensen - Medan (1982)
· Gelora Bung Karno - Jakarta (1962)
· Rumah A Lie Hong - Bogor (1968)
· Monumen Pembebasan Irian Barat - Jakarta (1963)
· Markas TNI Angkatan Udara - Jakarta (1962)
· Gedung Pola - Jakarta (1962)
· Gedung BNI 1946 - Medan (1962)
· Menara Bung Karno - Jakarta 1960-1965 (tidak terbangun)
· Monumen Nasional / Tugu Monas - Jakarta (1960)
· Gedung BNI 1946 - Jakarta (1960)
· Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jalan Kebon Sirih - Jakarta (1960)
· Kantor Pusat Bank Indonesia, Jalan Thamrin - Jakarta (1958)
· Rumah Pribadi Friderich Silaban - Bogor (1958)
· Masjid Istiqlal - Jakarta (1954
2. Acmad Noe’man (1926 ..)
Konsep Desain: Islamic Architecture
Manifesto pada perancangan arsitektur yang Islami
Menurut Acmad Noe’man, Arsitektur yang islami Adalah Arsitektur yang berlandaskan pada Al-qur’an dan As-sunnah....Acmad Noe’man adalah seorang Arsitek yang berlatar belakang pendidikan Arsitektur Praktik.. Dalam berkarya beliau selalu berusaha memasukkan nilai-nilai Islam kedalam desainnya. Hal tersebut dimaksudkan beliau agar karya-karyanya lebih bermakna dan dapat dipertangung jawabkan dihadapan Tuhan kelak. Acmad Noe’man, sebagai seorang Arsitek, banyak tertarik dengan ajaran-ajaran agama Islam, terutama pada kedua landasan agama itu yaitu Al-qur’an dan As-sunnah. sedangkan orang yang cukup berpengaruh pada kehidupannya adalah Muhammad SAW. Khusus pada bidang arsitek Acmad Noe’man mengagumi Lee Corbusier, Miss Van de Rohe, teori-teori Beahus, karena semua itu tidak bertubrukan dengan nilai-nilai islami yang mengajarkan agar tidak menciptakan sesuatu yang berlebih-lebihan. Nilai-nilai islam banyak mempengaruhi manifestasinya dalam berpraktek di dunia arsitektur.Salah satu Manifesto Acmad Noe’man adalah ” Arsitektur yang islami Adalah Arsitektur berlandaskan pada Al-qur’an dan As-sunnah”.
Lingkungan binaan tempat seorang arsitek tumbuh dan berkembang, baik secara langsung maupun tak langsung akan mempengaruhi sikap dan pemikirannya. Terdapat beberapa hal yang membentuk konteks pemahaman seorang arsitek dalam melakukan pendekatan terhadap desain. Misalnya masa lalu yang kering dengan agama menyebabkan Acmad Noe’man ingin menerapkannya baik didalam kehidupan sehari-hari dan dalam praktik arsitektur. Sebagai seorang muslim Acmad Noe’man berusaha menjadi seorang arsitek agar bisa membela agamanya dalam bidang arsitektur. Berbekal pengalaman di masa mudanya yang sering menyaksikan dan mendampingi ayahnya dalam membangun masjid dan sekolah Madrasah Acmad Noe’man inilah yang membuat dirinya sedikit banyak mengenal bangunan-bangunan yang diperuntukan untuk ibadah dan belajar.
Dalam berkarya arsitektur, Acmad noe’man berusaha memasukkan nilai-nilai yang terkandung pada Al-qur’an dan As-sunnah dan mengimplementasikan pada obyek atau sebuah karya yang berbeda dengan menyesuaikan kebutuhan yang harus dipenuhi pada masing-masing obyek itu. Menurut Acmad Noe’man Arsitektur islami bukan hanya berbicara pada bentuk-bentuk lengkung dan atap kubah karena hal ini tidak berdasar pada Al-qur’an dan As-sunnah. Dua landasan ini selalu dibawa oleh Acmad Noe’man pada karya-karyanya. Tanpa membedakan rancangan yang akan dihasilkannya. Baik itu Masjid sebagai tempat peribadatan atau rumah sebagai tempat tinggal dan juga bangunan-bangunan lain. Dengan dua landasan pada islam ini yang membedakan karya-karya beliau antara arsitektur yang islami dan yang tidak islami. dengan tujuan untuk bisa mengapresiasi secara lebih tinggi, dan di dalam prosesnya elemen Al-qur’an dan As-sunnah diangkat dan dimasukan ke dalam proses desain sejak awal pembentukan konsep bangunan.Acmad Noe’man menyebutkan bahwa ber-arsitektur bukan hanya berpikir bagaimana menghasilkan sebuah karya rancangan agar terbangun, tapi lebih memikirkan bagaiman berkarya yang semuanya diniatkan untuk Tuhan, tanpa harus mengesampingkan kebutuhan dan keinginan Klien. Beliau selalu mencoba mengajarkan nilai-nilai islami atau dengan kata lain berdakwah pada rancangan-rancangannya, Dengan menghadirkan apa yang ada pada kedua landasan islam itu sendiri.
Studi Kasus
Masjid salman ITB
Seperti yang telah menjadi manifesto bagi seorang Acmad Noe’man adalah, Arsitektur yang islami adalah yang berlandaskan pada Al-qur’an dan As-sunnah kemudian ijtihad sebagai alternatif terakhir. Dengan berpedoman pada surat Al-baqarah 170 :
” jika dikatakan pada mereka ikutlah jalanku, maka mereka berkata tidak kami mengikuti jalan orang-orang terdahulu”
Dari ayat ini beliau menangkap bahwa seseorang haruslah memberikan pengarahan untuk selalu mencari ilmu sekaligus spirit surat ini menganjurkan untuk mengklarifikasi bahwa apa yang sudah ada selama ini dan turun temurun belum tentu benar. pada masjid ini Acmad Noe’man hendak mengajarkan ayat ini kepada masyarakat luas bahwa bentuk-bentuk masjid yang selama ini ada dan juga bentuk kubah dari atap masjid bukanlah sesuatu yang mencerminkan dan mengandung nilai-nilai islami. Walau begitu Acmad noe’man tidak menyalahkan sepenuhnya atap masjid yang berbentuk kubah. beliau hanya mencoba mengajarkan bahwa tidak selalu harus berbentuk kubah sebuah atap masjid / bangunan yang islami.
Pada rancangan masjid salman ini dia juga mengambil banyak pedoman dari 3 landasan yang terdapat pada ajaran islam. Seperti islam mengajarkan selalu untuk menjaga kesucian, maka segala hal yang mempermudah untuk dapat menjaga kebersihan dan kesucian di hadirkan disini. Kemudian Acmad Noe’man memakai landasan sebuah hadist ”rapikan shaf dan rapatkan barisan” dari dalil ini beliau mendapatkan pengajaran bahwa sebuah shaf dalam sholat berjama’ah tidaklah boleh terputus dan harus lurus, maka Acmad Noe’man mencoba meniadakan kolom pada sebuah masjid. ini dapat dilihat pada masjid salman. pada surat Al-baqarah pula Acmad Noe’man mengambil spirit dimana manusia diperintahkan menyebarkan ilmu. Dengan bentuk yang tidak lazim pada tahun 1960, dimana saat itu masjid lebih dominan menghadirkan bentuk lengkung dan tapa kubah maka disini beliau mencoba mengajarkan bahwa tanpa menghadirkan bentuk yang selama ini ada, tidak salah. Peletakan toilet pada Masjid rancanganya tidak luput dari memakai landasan yang ada pada islam, seperti pada sebuah hadist yang melarang manusia untuk tidak buang air kecil atau besar menghadap kearah kiblat.
Masjid At-tin
“Inallaha jamil yuhibbu jamal” dengan berpedoman pada hadist ini Acmad Noe’man mengimplementasikan pada masjid At-Tin. Karena pada hadist diatas dikatakan bahwa Allah itu indah dan menyukai keindahan. Maka nilai-nilai estetis dihadirkan di masjid At-Tin. Seperti karya-karya yang sebelumnya, pada masjid At-Tin ini Ahmad Nu’man memberikan Ruang khusus untuk wanita yang disebut sebagai Mezzanine. Agar wanita tidak terlihat oleh jama’ah laki-laki saat mereka melepas penutup auratnya dan mengantinya dengan pakaian Sholat. Pada masjid At-Tin, Ahmad Nu’man juga menghadirkan minaret sebagai sarana untuk menyebarkan suara Adzan kesegala penjuru dengan berpedoman pada hadist. dimana pada jaman Rasulullah SAW, Para sahabat Nabi mengumandangkan Adzan di atap-atap / tempat yang tinggi agar didengar oleh orang lain.
Tentang Acmad Noe’man
Karakter yang tenang dan sangat bersahaja. cara berbicara yang sangat halus dan selalu menjaga nilai atau ajaran islam dalam setiap tingkah lakunya menggambarkan bahwa Acmad Noe’man sebagai sosok seorang arsitek yang dikenal di kalangan komunitas arsitektur sebagai sosok seorang Muslim yang taat. Dari pembawaannya inilah kemudian sedikit banyak berperan dalam kehidupan ber-arsitektur dan mulai dipercaya orang sebagai pakar Arsitektur Masjid dan Arsitektur yang islami. karya-karyanya selalu dihadirkan dengan pedoman nilai-nilai islam yang tinggi tanpa harus meningalkan nilai estetis. Keindahan pada setiap karyanya selalu tampak dan bisa dinikmati oleh orang yang menyaksikanya.Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1953, Achmad Noe’man langsung berpraktek dalam dunia arsitektur dengan magang pada salah satu biro konsultan, setelah itu Acmad Noe’man bergabung Dalam sebuah wadah organisasi Arsitek, yaitu IAI (Ikatan Arsitektur Indonesia). Kemudian Acmad Noe’man mendirikan perusahaan yang lebih dinamakan Birano. Karya-karyanya banyak memberi warna dan menjadi rujukan terutama Arsitektur Masjid di Indonesia. Selain itu di luar Indonesia Acmad Noe’man turut meramaikan dunia Arsitektur dengan merancang beberapa karya. Terutama Arsitektur Masjid.
Curiculum Vitae
Nama : Ir. Acmad Noe’man ,IAI
Tempat/Tanggal lahir : Garut, 10 Oktober 1926
Handphone : 081 660 07 33
Kantor : Jalan Ganesha 03 - Bandung 40132, Telp. 022 250 4145,
Birano, ganesha 03 Bandung 40132
Riwayat Pendidikan
• Institut Teknologi Bandung, Indonesia: 1948-1953
Riwayat Pekerjaan• 1954-1956: Asisten dosen Jurusan Arsitektur ITB
• 1956- 1961: Staff pengajar tetap Jurusan Arsitektur ITB
• 1961-1999: Staf pengajar Jurusan Desain dan Seni Rupa ITB dan Pimpinan CV.Birano
3. Y.B Mangunwijaya Pr. (1929-1999)
Entah mengapa para arsitek bisa begitu indahnya berkaya di berbagai bidang selain arsitektur itu sendiri, apakah karena arsitektur itu seni? Ataukah karena membangun adalah pada dasarnya dorongan spiritual kodrati setiap manusia? Arsitek satu ini menempati posisi puncak dalam daftar ini karena sumbanganya tidak hanya terbatas pada arsitektur namun juga meresap ke dalam ingatan dan jiwa kita.
Sebagai humanis ia sangat peduli pada masyarakat kecil saat merancangan pemukiman di bantaran Kali Code, tidak berhenti pada pembangunan fisik namun juga pembangunan untuk memanusiakan manusia. Ia memberikan pendampingan pada korban waduk Kedungombo sampai berhasil ke Mahkamah Agung, untuk jasanya itu ia dicap Komunis oleh orde baru. Rohaniawan Katolik ini menempuh pendidikan seminari pada Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta, yang dilanjutkan ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang. Ia juga seorang sastrawan yang menghasilkan karya-karya yang dipuji tidak hanya di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Sebut saja Burung-burung Manyar dan Roro Mendut. Romo juga sangat peduli mengenai pendidikan dan mendirikan Yayasan Dinamika Edukasi Dasar, yayasan pendidikan untuk anak miskin dan terlantar. Ia memang sangat peduli dengan pendidikan dasar sampai-sampai ia pernah berkata "When I die, let me die as a primary school teacher". Untuk jasanya ia mendapatkan berbagai penghargaan, lengkap untuk setiap bidang yang ia geluti.
Dalam bidang arsitektur sendiri lulusan Teknik Arsitektur ITB, 1959 dan Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman, 1966, ini dijuluki sebagai bapak arsitektur modern indonesia. Karyanya yang terkenal adalah Bentara Budaya Jakarta, berbagai gereja dan kawasan pemukiman Kali Code.
Gambar kawasan pemukiman warga kali Code Yogyakarta
Karya-karyanya
· Pemukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta
· Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta
· Gedung Keuskupan Agung Semarang
· Gedung Bentara Budaya, Jakarta
· Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
· Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
· Markas Kowihan II
· Biara Trappist Gedono, Salatiga, Semarang
· Gereja Maria Assumpta, Klaten
· Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
· Gereja Katolik St. Pius X, Blora
· Wisma salam, magelang
· 4. Yuswadi Saliya (1938- )
Konsep Desain: Bentuk-bentuk Geometris yang sederhana, Topografi Tapak dan Teori Arsitektur Modern
Manifesto dalam Mendesain
Bentuk-bentuk geometris yang sederhana, topografi tapak dan teori modern.
Konsep Architype [1] Yuswadi Saliya adalah pendekatan desain secara geometris. Selain itu ada faktor lain dalam pendekatan desainnya, yaitu bentuk topografi tapak, riwayat tempat tersebut yang berkaitan dengan sejarahnya, serta respon terhadap lingkungan sekitarnya dan dalill-dalil dari teori arsitektur modern.
Langkah awal mendesain adalah dengan membaca bentuk tapaknya. Menurut pengakuan beliau bila tidak mengetahui bentuk tapaknya, akan sukar untuk dapat mendesain, kecuali merancang sebuah bangunan yang desainnya mengacu kepada salah satu bentuk tipologi bangunan dan dapat diletakkan di banyak tempat. Menurutnya setiap bentuk tapak mempunyai anatomi yang khas, seperti dimana letak tulang punggungnya (garis sumbu imajinernya), dimana sendi-sendinya. Setelah peta itu dapat dibaca sumbunya bagaimana, kemudian dapat ditetapkan bagaimana hirarki, orientasi, dan sebagainya. Dari informasi yang terdapat pada peta tersebut. Lalu dari orientasi yang ada sumbu tadi dikoreksi kembali. Langkah selanjutnya adalah meresponnya terhadap riwayat dan kondisi lingkungan sekitarnya, baru kemudian Beliau dengan cepat dapat menarik-narik garis yang membentuk geometri sesuai dengan bentuk dan orientasi tapak tersebut.
Setiap tempat mempunyai orientasi yang berbeda tergantung dari kondisi topografinya. Dalam menarik garis-garis pembentuk geometris ada dalil-dalil dan tuntutan-tuntutan, sehingga mempunyai alasan, seperti bila membuat bentuk kurva, apa pegangannya. Menurut beilau bahasa geometri ada aturan-aturannya ada istilah geometri thinking (berpikir geometris). Bisa dibayangkan, seperti ada suatu pola-pola perulangan, pola-pola yang konsisten dalam skala, dalam volumetri, dll.
Untuk pengolahan tampak bangunan, beliau menggunakan aturan-aturan dari teori arsitektur modern seperti komposisi, keseimbangan, proporsi, perbandingan golden section, dll. Sedikit banyaknya rumusan teknis modernis tadi beliau gunakan yang menurutnya belum ada tandingannya apalagi dibandingkan dengan rumusan post- modern yang dinilainya masih liar. Kemudian dalam memberikan unsur estetika dan warna menurutnya semua orang akan setuju atau mempunyai persepsi yang sama bila penjabarannya menggunakan teori arsitektur modern. Tanpa mengikuti itu beliau tidak dapat menjelaskan desainnya kepada orang lain, dan dari ketentuan-ketentuan tersebut beliau dapat menyiapkan kategorisasinya, kemudian terdapat kronologisnya yang akhirnya dijadikan bentuk verbalnya sebagai bahan untuk menjelaskan kepada orang lain. Menurutnya agar mendapatkan kepuasan dalam mendesain, hasil desain itu harus bisa dibaca, kalau tidak bisa dibaca sepertinya hanya terjadi dengan kebetulan saja sehingga tidak bermakna.
Architype
Biasanya para Arsitek dalam merancang sesuai dengan semangat dan visinya. Kemudian sikap dia terhadap arsitektur itu apa, sikap dia dalam proses merancang itu bagaimana. Apa yang disebut teori sebenarnya suatu generalisasi dari berbagai cara para arsitek, dari pendekatan-pendekatan beberapa arsitek yang sifatnya umum. Seperti yang dikatakannya berikut ini.
“Pandangan seorang arsitek sangat tergantung kepada pandangan dia (jadi bisa subyektif). Misalnya pandangan geometri saya, itu karena saya senang geometri. Bagi saya Geometri adalah suatu bentuk bahasa yang mudah diolah. Jadi menterjemahkan suatu gagasan dengan geometri bagi saya dekat hubungannya, tidak terlalu jauh. Kemudian, bahwa bentuk geometri menjadi sifat utama arsitektur saya, adalah suatu kebetulan saja. Misalnya saya menjadi pelukis, karena saya suka geometri maka nantinya akan banyak bentuk geometri dalam lukisan saya.”
Seperti teori Paul Gustav Jung dalam bukunya tentang Architype, bahwa architype hinggap di setiap orang dan dapat muncul dalam berbagai bentuk kehidupannya, baik dalam perilakunya, kegemarannya terhadap lagu-lagu, pada warna, dll. Misalnya seseorang senang dengan warna merah, sebenarnya menurut teori Jung dapat ditelusuri kebelakang, dia pernah mengalami apa, pernah mempunyai alasan apa hingga menyukai warna merah. Architype-nya yang tua/purba didalam ingatan seseorang, kelihatannya sadar atau tidak, akan ada hubungannya (dengan kesenangannya, red.). Nilai rapor ilmu ukur bidang dan stereometri saya bagus-bagus, makanya saya dekat. Bahwa saya mendekati secara geometris karena itu Architype saya.
Biografi singkat Yuswadi Saliya
Yuswadi Saliya adalah seorang Doktor di bidang arsitektur yang sederhana dan senang dengan bentuk geometri, senang dengan bidang kelautan (maritim), dan predikat sejarawan arsitektur yang terlanjur melekat dalam dirinya. Awalnya saat pemerintahan Ir. Soekarno, dosen-dosen ITB yang berkebangsaan Belanda dipulangkan ke negaranya, sementara jumlah dosen sejarah arsitektur di ITB masih kurang. Akhirnya Ir. Yuswadi Saliya yang ketika itu sebagai assisten dosen di bidang arsitektur, diminta untuk menjadi dosen sejarah arsitektur. Karena dedikasinya yang baik sebagai insan pendidikan, walaupun awalnya tidak terpikir untuk mendalami bidang sejarah, hingga akhirnya beliau dapat mendalami dan menjiwai bidang tersebut. Akibat dari pengabdiannya dibidang sejarah, beliau memperoleh hikmah akan makna ilmu sejarah bagi disiplin ilmu yang lain, khususnya dibidang arsitektur.
Baginya sebaik apapun sebuah bangunan bila tanpa memiliki keterkaitan dengan nilai sejarah atau menelaah sejarah yang ada, terutama riwayat mengenai lokasi bangunan itu berdiri, maka bangunan tersebut hanyalah sebuah bangunan belaka yang dapat diletakkan dimana saja di dunia ini sehingga kurang mempunyai makna tertentu. Dan hikmah lainnya adalah, sejak 1989 hingga kini beliau dipercaya sebagai ketua Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia (LSAI).
Ketertarikannya terhadap arsitektur bermula karena interaksi beliau terhadap lingkungannya. Pada masa SMA beliau sering membaca jurnal-jurnal arsitektur di perpustakaan British Council Bandung. Dari buku-buku itu beliiau dapat dengan cepat memahami gambar-gambar denah, tampak, sehingga akhirnya senang. Tidak seperti sebagian orang yang merasa sukar untuk memahami stereometri atau ilmu ukur ruang, sehingga tidak senang. Dan kebetulan kala itu ada mahasiswa arsitektur yang mondok di rumah orang tuanya, dan Beliau sering pula memperhatikan mahasisiwa tersebut menggambar serta membuat tugas kuliahnya, sehingga menambah ketertarikannya di bidang arsitektur.
Curiculum VitaeNama : DR. Ir. Yuswadi Saliya, M.Arch.
Tempat / Tanggal lahir : Bandung, 15 Juni 1938.
Alamat : Kompleks Dosen ITB, jln. Kanayakan A/4, Dago Atas,
Bandung.
Telp. : 022-2503971
Riwayat Pendidikan
1 . Lulus dari Departemen Arsitektur ITB – tahun 1966.
2 . Master of Architecture diperoleh dari University of Hawaii at Manoa , Honolulu, USA, Dengan beasiswa dari The East – West Centre (1973- 1975 )
3 . Program Doctor di Departemen Arsitektur, ITB, 1997
Perjalanan Karier
· 1977-1979 , Sekertaris Departemen Arsitektur, ITB.
· 1979-1985 , Ketua Departemen Arsitektur, ITB.
· 1985-1987 , Pembantu Dekan Bidang Akademik , Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, ITB.
· 1970-1973 ; 1975-1984 , Anggota Badan Pendidikan ITB .
· 1988-1992 , Anggota Badan Riset ITB.
· 1966- sekarang , Senior Architect –AT – 6 .- Senior Lecturer –ITB .
· 1989- sekarang : Chairman of LSAI (Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia).
- Internasional Jury of Agha Khan Awards.
- National Jury of IAI.
- Juri SAA - Awards , UNPAR.
Selected Projects :
· Hilton Executive Club di Jakarta , sebagai arsitek utama , 1971-1973.
· Anjungan DKI , di TMII , arsitek utama , Pemenang Sayembara, 1972.
· Rumah Dinas Rektor ITB , arsitek, 1972.
· Rumah Tinggal di Cisatu , Bandung 1990.
· Gedung Departemen Arsitektur , ITB , arsitek utama / koordinator , 1997-1998.
· Desain Logo Ikatan Arsitek Indonesia IAI.
Studi Kasus
Hilton Executive Club, Jakarta
Beliau mengambil bentuk geometri dasar piramida. Di sini saya merancang dengan bermain-main dengan bentuk segitiga sementara pertimbangan- pertimbangan perkotaan menjadi kendala yang harus ditaati. Bangunan tidak bisa tinggi, agar tidak menghalangi pandangan orang dari Jembatan Semanggi ke arah Stadion Senayan. Konsep rancangan lebih diutamakan pada aspek fungsionalnya, yaitu terbuka terhadap publik. Bentuk bangunan dipilih bentuk yang modern sama sekali, dan mengambil presedens dari bentuk yang sudah ada, yaitu piramida.
Anjungan DKI Jakarta, TMII Jakarta
Konsep utamanya adalah mencari bentuk yang mewakili daerah Jakarta. Beliau tidak mengikuti arsitektur vernakular, dan lebih mengelaborasi bentuk-bentuk yang modern, karena Jakarta adalah kota modern yang tidak memiliki ciri khusus. Pencarian bentuk kemudian tertuju pada ide-ide universal tentang arsitektur. Sehingga akhirnya jadilah sebuah bangunan yang berdasar pada bentuk ”yoni” dari Monas. Dan desain ini menang dalam sayembara.
Rumah Dinas Rektor ITB, Bandung
Pada kasus ini terbentur oleh kebijakan terhadap rumah dinas, yang menyebabkan luasan 300-400 m2. dibuat menjadi seperti 3 unit rumah. Ketiga massa bangunan tersebut dihubungkan oleh ruang pertemuan yang bersifat terbuka. Bentuk bangunan mengikuti konsep geometris dan tropis. Tempat Pertemuan terbuka, yang mempunyai fungsi lain sebagai penghubung anatar unit rumah, yang sebenarnya adalah merupakan satu unit rumah.
Gedung Departemen ITB
Karena tapak terletak dilokasi yang sudah terstruktur, maka pada desain Gedung Departemen Arsitektur tidak terlalu melihat benturk morfologi tapak. Bentuk bangunan dipilih yang modern dan tropis serta mengikuti ciri khas bentuk bangunan di kampus ITB.
Rumah Tinggal Di Cisatu, Bandung
Direncanakan pada lahan ber Lereng dengan konsep split level. Komposisi bentuk-bentuk geometris dalam tatanan yang sesuai dengan lahan berlereng tersebut. Konsep atap tropis dengan kemiringan 30 yang menyatu dengan alam. Akan tetapi tinggi plafondnya hanya 2,70 m. Sehingga bangunan tersebut berkesan rendah.
Desain Logo IAI
Menggunakan bentuk geometris yang sederhana, Huruf IAI dilambangkan layaknya sebuah bangunan yang melambangkan pergerakan pembangunan di lingkungannya. Lingkungannya dilambangkan dengan bentuk lingkaran yang bawahnya terpotong oleh datarnya lahan / bumi. Perbandingan jarak tebal garis dan komposisi mengikuti aturan golden section.
Catatan (1)
Architype artinya adalah: Original pattern, model, prototype, or blueprint. According to modern, psychological astrology, archetypes... Archetype dan Autonomous Complex. Dalam psikologi Jung, Architype artinya adalah ketidaksadaran kolektif dapat terdiri atas komponen komponen dasar kekuatan jiwa yang oleh Jung disebut sebagai archetype. Archetype merupakan konsep universal yang mengandung elemen mitos yang luas. Konsep archetype ini sangat penting dalam memahami simbol mimpi karena ia menjelaskan kenapa ada mimpi yang memiliki makna universal, sehingga bisa berlaku bagi semua orang. Dan ada pula mimpi yang sifatnya pribadi dan hanya berlaku untuk orang yang bermimpi saja. Jung memandang archetype ini sebagai suatu autonomous complex, yaitu suatu bagian dari kekuatan jiwa yang melepaskan diri dan bebas dari kepribadian. Kohnsamm dan B.G Palland, 1984: 92). Bagi Jung pandangan Freud terlalu menjagokan pandangan seksualitas dan orientasi yang mekanistis-biologis. Jung mengajak psikolog untuk meyakini asumsi dasar yang berbeda, ia menyatakan bahwa manusia selalu terkait erat dengan mitos, hal mistis, metafisis, dan pengalaman religius. Jung melihat manusia sebagai makhluk biologis yang jiwanya berkait erat dengan pola-pola primordial. Manusia memang memiliki aspek kesadaran dan ketidaksadaran bahkan kumpulan kolektif ketidaksadaran yang berbeda dengan dorongan Id menurut Freud. Dengan adanya ketidaksadaran kolektif, manusia memiliki sifat universal dalam hal sensasi, suara qalbu, pikiran dan perasaan.
5. Basauli Umar Lubis (1955...)
Konsep Desain: Functional, Charming, Programmatic Architecture
Functional
Titik keberangkatan sikap dalam berarsitektur adalah berangkat dari penggunaan, berangkat dari proses pemikiran bagaimana pengguna menggunakan & mengartikan ruang. Karakter bangunan terbentuk dari sifat pengguna dan pengunaannya. Arsitektur yang baik adalah ketika arsitektur dapat memenuhi tingkat kebutuhan & kenyamanan dengan baik.Letak tingkat kreativitas arsitek terletak pada bagaimana menterjemahkan dan menjawab kebutuhan dengan baik. Estetika atau bentuk merupakan secondary step. Namun tidak menutup kemungkinan jika bentuk hadir pertama kali didasarkan tujuan/fungsi, seperti halnya bilbao yang hadir dengan tujuan menarik wisatawan. Estetis/Bentuk lahir dari penggunaan, bukan sesuatu yang diada-adakan. Ruang/simbol dalam arsitektur harus dapat dimengerti oleh pengguna. Dan yang tidak kalahnya pentingnya adalah Karya arsitektur yang baik adalah karya yang dapat di uji.
Studi Kasus
Semarang Golf Club House
Dalam perancangan Club house, penggunanya adalah kelas menengah ke atas. Kelas mengengah keatas memiliki karakter yang mapan. Segi privasi dan keintiman menjadi ukuran penghargaan dari sebuah kemapanan. Pada akhirnya arsitektur yang hadir adalah arsitektur yang memilliki hubungan ruang yang intim dan sophisticated. Ruang yang hadir bukan ruang publik yang terlalu terbuka namun ruang publik yang intim.
Charming
Karya arsitektur akan baik dan akan tetap eksis apabila karya tersebut memberikan kesan mendalam/CharmIng baik dari segi fisik maupun psikologis. Impresi mendalam tidak harus dicapai dengan sesuatu yang spektakuler, namun dapat tercapai ketika manusia/pengguna merasakan manfaat yang banyak dan kesan yang mendalam bagi pengguna. Kesan charming ini dapat dicapai dengan memperhatikan skala manusia,orientasi, dan sirkulasi manusia selain esensi dasar kebutuhan yang telah terpenuhi. Arsitektur yang anggun adalah arsitektur yang memanusiakan manusia.
Studi Kasu
Semarang Golf Club House
Ketepatan Skala manusia dan kenyamanan pergerakan fisik & visual menjadi pertimbangan utama dalam perancangan club house tersebut. Dengan hal ini maka tingkat kenyamanan tercapai dan secara tidak sadar pengguna/manusia akan merasa menyukai bangunan tersebut.
Programmatic
Program dalam arsitektur merupakan tingkat kreatifitas tertinggi dalam arsitektur. Program dalam arsitektur merupakan pemaknaan dan solusi untuk menjawab kebutuhan. Programmatic memiliki pengaruh besar dalam penentuan arah karya arsitektur. Selain isu kontekstual yang sudah menjadi kewajiban arsitek, arsitek harus melangkah lebih tinggi lagi, untuk bisa mengevaluasi kekuatan tempat. Arsitektur akan baik jika menghasilkan sinergi kegiatan didalam dan hubungannya dengan lingkungan luar.
Site
Kekuatan tempat merupakan kunci terbentuknya program arsitektur. Kontekstual terhadap site sudah menjadi kewajiban Arsitek, namun diluar itu arsitek harus bisa ke tingkat lebih tinggi lagi. Arsitek harus bisa mengevaluasi site dan menjawab kebutuhan & potensi kekuatan tempat dan menterjemahkannyamelalui ke dalam program arsitektur.
Contoh Kasus Lain Pemikiran
Contohnya dalam Bangunan sekolah berasrama, penggunanya adalah siswa yang belajar serta tinggal di dalam area sekolah. Dengan melihat ini maka \timbul pemikiran bagaimana mengembalikan suasana/lingkungan rumah dalam lingkungan sekolah. Caranya adalah dengan menghadirkan ruang formal, informal & nonformal. Saat siswa kembali ke hunian diharapkan menjadi manusia yang hidup seperti biasa. Lingkungan sekolah asrama dapat dilihat sebagai saru kesatuan kota.
Dalam bangunan Pelelangan ikan, aktivitasnya adalah pelelangan dan diperlukannya pengawasan. Dengan melihat proses bagaimana manusia beraktivitas maka timbulah bentuk arsitektural bertingkat dua. Pada dasarnya pelelangan ikan hanya terdiri dari satu lantai. Namun dengan melihat aktivitas pengawasan sebagai salah satu bagian yang menentukan wujud arsitektural, munculah bangunan berlantai dua. Selain itu hal ini juga dapat mengakomodasi pertukaran udara. Arsitektur yang hadir tidak di ada-adakan, namun hadir karena penelusuran aktivitas manusia.
6. Baskoro Tedjo (1958..)
Konsep Desain: Karakter dan Ikon dalam Pemaknaan Sebuah Fungsi Bangunan
Manifesto pada Fungsi Bangunan Rumah Tinggal
Hanya ada satu kepribadian dalam satu rumah...
Rumah harus mencerminkan karakter dari si pemakainya, dan karakter itu tidak boleh lebih dari satu, karena rumah harus mempunyai satu karakter tunggal bukan 2 atau lebih yang bisa menimbulkan konflik. Dalam setiap perancangan rumah tinggal, sebenarnya ada dua kemungkinan karakter kepribadian yang bisa dijadikan konteks desain, apakah dari owner atau dari sang arsiteknya. Namun demikian, sebaiknya karakter owner adalah yang paling utama sebab sang owner inilah yang nantinya banyak menghabiskan waktunya dirumah tersebut.
Karakter sang arsitek bisa dimasukkan apabila karakter dari owner tidak kelihatan, artinya bisa saja sang pemilik rumah menginginkan suatu karakter lain pada konsep huniannya. Sesuatu yang perlu diingat disini adalah apabila ada pemaksaan karakter dalam sebuah karya rumah tinggal bisa dipastikan bahwa konsep rumah itu akan mengalami kegagalan, konkretnya bisa dilihat dengan perubahan fungsi ruang yang berbeda dalam bangunan dengan konsep awal akibat ada pemaksaan karakter dari sang arsitek kepada owner. Seperti contoh pada bangunan minimalis, apabila dipaksakan pada sebuah rumah dengan karakter penghuni yang bukan minimalis maka fungsinya akan berubah, misalnya dengan penempatan barang yang sembarangan dari sang pemilik dalam kesehariannya (red: bisa ”ancur” menurut Baskoro Tedjo).
Fungsi dari arsitek sendiri dalam perancangan rumah tinggal adalah memberi karakter rumah tersebut sesuai dengan karakter pemiliknya, supaya bisa tampil lebih gaya. Caranya adalah dengan membaca kepribadian owner secara keseluruhan. Dengan menggunakan teori spasial order, maka karakter hunian dari sang pemakai harus mendapat perhatian lebih dan bersifat tetap serta tidak boleh dirubah.
Kebudayaan juga merupakan elemen penting yang harus menjadi pertimbangan dalam merancang selain site. Karakteristik arsitektur yang unik muncul salah satunya dengan menggunakan pendekatan budaya dan mengetahui kekuatan dari site. Metode desain yang dipakai oleh Baskoro Tedjo dalam setiap perancangannya adalah dengan menggunakan kekuatan kedua elemen ini.
Arsitektur selalu berawal dari site. Itulah yang menjadi keyakinan Baskoro Tedjo dalam desainnya. Lingkungan sekitar (environment) baik didalam site maupun diluar site sangat berpengaruh dalam setiap rancangannya. Korelasi antara site dan budaya menghasilkan aliran yang menurut dia disebut dengan Contemporary Traditional.
Manifesto pada Fungsi Bangunan Publik
Bangunan publik harus menjadi ikon
Ikon yang dimaksud disini bukanlah iconic building seperti karya-karya arsitektur avant garde. Ikon yang dimaksud disini lebih pada ikon dalam arti ketimuran. Artinya adalah bahwa ikon tidak harus berwujud fisik, akan tetapi ikon lebih pada sesuatu yang harus disukai, dihargai, dihormati (affective) dan dipakai serta melekat pada masyarakat. Jadi suatu ikon tidak harus berwujud suatu bentukan visual yang “wah” saja, akan tetapi harus menciptakan suatu “attach” atau keterikatan antara masyarakat dengan bangunan itu. Ikon bisa berwujud visual, historikal, emosional, intelektual, kontekstual, dan lain sebagainya.
Metodenya adalah tetap dengan bangunan harus mengikuti site, karena site sudah menentukan karakter awal bangunan. Metode ini sangat relevan mengingat Baskoro Tedjo banyak mendapat ilmu dari Jepang yang nota bene ciri arsitektural bangunan di Jepang sangat memperhatikan site beserta lingkungan sekitarnya sebagai elemen pendukung desain. Selain itu gaya contemporary traditional yang kerap dipakainya juga berkorelasi dengan penguasaan dia dalam environment behaviour. Sebuah pemahaman mengenai contemporary atau kontemporer disini adalah usaha untuk memaknai kembali (sebuah/sesuatu), sesuai dengan pemahaman dan kesejamanan yang berlaku saat ini (kekinian). Selain itu, pengaruh arsitek-arsitek Jepang idolanya seperti Tadao Ando, Kisho Kurokawa, dan Arata Isozaki juga ikut memberikan corak yang berbeda dalam setiap desainnya. Ketertarikan Baskoro Tedjo terhadap para arsitek Jepang tersebut, sedikit banyak juga telah mempengaruhi manifestonya dalam di dunia keprofesionalannya.
Makna dari arsitektur bisa sangat sempit, luas serta dapat berbeda-beda, bergantung pada pendekatan perancangan yang dilakukan arsitek dalam merancang sebuah bangunan. Berbagai konteks arsitektur memang mengharuskan mengacu kepada aspek keindahan (secara visual). Aspek keindahan dalam konteks arsitektur ini biasanya diupayakan sejalan dengan fungsi ruang. Salah satu contohnya dapat dilihat pada proyek Rumah Andonowati yang karyanya berkaitan sebagai sebuah fungsi rumah tinggal dan bangunan publik (red: privat yang di publikkan) pada Selasar Sunaryo Art Space sebagai fungsi art & cultural center. Lokasi site bangunan yang sama-sama berada di atas bukit Dago ini mempengaruhi bentuk bangunan yang harus dipertimbangkan secara arif oleh Baskoro selaku arsitek.
Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Rumah ini sekarang menjadi objek wisata
Ciri desain Baskoro yang dikenal “tenang” dan sangat konseptual, kali ini kembali ditampilkan. Karyanya diupayakan disesuaikan dengan sebuah fungsi bangunan yang mengedepankan sebuah karakter dan kedinamisan. Karya-karyanya ini dapat dikatakan sebagai arsitektur kontemporer yang responsif terhadap iklim dan lingkungan setempat dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada disekitarnya sebagai acuan dalam merancang. Proyeknya tetap berlandaskan prinsip ekonomi tetapi tetap pula mempertimbangkan berbagai aspek lain seperti aspek lingkungan dan aspek hunian modern.
7. Alexander Santoso (1965..)
Konsep Desain: Penciptaan Kekayaan Perspektifis
Manifesto: Menciptakan kekayaan perspektifis
Dalam setiap disainnya, ia selalu memperhatikan kebutuhan klien. Kebutuhan-kebutuhan klien ini nantinya akan menjadi ide awal dalam sebuah proses disain. Dalam prosesnya, kebutuhan klien ini kemudian diwujudkan dalam jumlah dan besaran ruang. Kemudian bagaimana bentuk masa bangunan terjadi merupakan peran arsitek untuk mewujudkannya.
Pemikiran paling mendasar dalam penciptaan bentuk masa bangunan adalah, dalam setiap karyanya, dia selalu berusaha untuk ’menciptakan kekayaan perspektifis’.
Kekayaan perspektfis adalah, bagaimana kita menciptakan sebuah bentuk, sehingga dari sebuah titik pandang, masa bangunan dibuat kaya dalam bentuk dan sudut pandang. Dalam hal ini, eksplorasi perletakkan masa merupakan hal yang penting, yang tentu saja perletakkan ini harus juga membawa banyak keuntungan bagi interior bangunan.
Kekayaan perspektifis tidak hanya diterapkan untuk fasad bangunan, namun juga harus dapat dirasakan manfaatnya bagi pengguna bangunan. Dalam menciptakan bentuk-bentuk interior, sequence merupakan hal yang penting. Baginya, sequence tidak hanya mementingkan pergerakan atau sirkulasi di dalam bangunan, namun juga bagaimana menciptkan suasana visual yang berbeda pada setiap titik. Fungsi ruang juga menentukan penciptaan karakter ruang. Misalnya saja, bagaimana sebuah entrance bangunan dibuat sehingga memiliki kesan mengundang, atau permainan suasana tangga, dimana dalam setiap ketinggian tangga, kita dapat melihat pemandangan yang berbeda pula. Hal ini dilakukannya untuk menciptakan pengalaman ruang yang kaya, hal ini tidak hanya dirasakan efeknya secara horisontal, namun harus juga dirasakan secara vertikal.
Konsep dan Visi
Tropikal
Semenjak tahun 1993, proyek yang dikerjakan oleh Bapak Alexander berada di Indonesia. Oleh sebab itu, konsep dasar yang selalu digunakan dalam setiap disainnya adalah ’tropikal kontemporer’. Baginya tropikal merupakan pendekatan yang paling tepat dalam setiap disain yang ada di Indonesia apapun fungsi bangunannya. Disebut paling tepat karena dengan sendirinya tropikal akan menyelesaiakan masalah-masalah yang dapat ditimbulkan oleh iklim tropis. Penggunaan atap dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan air hujan, penggunaan teritis bangunan yang dapat menciptakan bayangan, penciptaan kolam-kolam untuk mendinginkan iklim setempat, merupakan beberapa contoh pendekatan tropikal.
Spacial Experience
Menciptakan pengalaman tertentu dengan membuat ruang-ruang yang dinamis dan berkesinambungan. Hal ini diciptakan dengan pembuatan secara mendetail sequence yang akan diciptakan pada interior bangunan.
Time & Place Identity
Speaks to the moment & place, take risks, transcendence to the future.
Kontemporer sendiri baginya adalah sesuatu ’untuk saat ini’. Oleh sebab itu, apabila dilihat disain-disain bangunannya dari tahun 1993, maka selalu terdapat perubahan. Perubahan ini baginya terjadi karena setiap masa atau waktu memilki kecenderungan yang berbeda juga, sehingga setiap penciptaan selalu memiliki proses yang berbeda, yang pada akhirnya dapat menciptakan produk yang berbeda-beda juga.
Kecenderungan ini baginya juga terbentuk karena adanya alam bawah sadar. Belum banyak hal dapat ia ungkapkan disini, karena menurutnya pemikiran mengenai penyelesaian tanpa sadar ini masih dia gali dan kaji. Pada intinya adalah, semakin banyak kita membaca, melihat, dan merasakan, maka dengan sendirinya masalah-masalah disain, serta penciptaan-penciptaan bentuk, akan terjadi dengan sendirinya. Baginya inspirasi dapat datang dari mana saja, oleh sebab itu, tidak mudah bagi dia untuk mengungkapkan siapakah arsitek yang paling mempengaruhi desain-desainnya. Peter Eisenman, Zaha Hadid, Alvarez-Kala, Tadao Ando, merupakan beberapa arsitek yang memberikan cukup banyak kontribusi pada alam bawah sadarnya. Baginya bukan peniruan gaya, namun bagaimana mencoba merasakan bagaimana ruang-ruang yang diciptakan oleh arsitek-arsitek ini.
Usage
Usage instead of function
Dalam disainnya, dia lebih mementingkan kegunaan setiap ruang yang diciptakan daripada hanya memperhatikan fungsi ruang tersebut. Kegunaan tidak hanya berdasarkan fungsi, namun juga kebutuhan pengguna, dan penciptaan atmosfir untuk mendukung kebutuhan pengguna.
Layering & Repetitive
Multilayer & repetitive elements.
Untuk menciptakan kekayaan perspektifis, bangunan dibuat multilayer, dengan penumpukan dan penyusunan beberapa masa, baik dalam bentuk masa yang sama ataupun beragam bentuk masa. Hal ini juga berkaitan dengan kegunaan dari setiap masa bangunan.
Repetisi dari elemen bangnan dicipciptakan sebagai pengikat dari masa-masa bangunan yang tercipta.
Balance in / between
Composition, Proportion, Tone & Color, Surfaces & Materials, Grids, Massive & Transparent Characters, Elements: line, wall, box.
Keseimbangan dalam seluruh elemen diatas sangat diperhatikan. Semua elemen-elemen tersebut harus saling mendukung dan semuanya bertujuan untuk membentuk karater bangunan sesuai kegunaan pada setiap titik bangunan.
Studi Kasus
Permata Hijau House, Jakarta Bangunan superimpose.
Tapak rumah ini berada pada hook jalan. Dalam kasus ini, dia berupaya untuk menciptakan kekayaan ruang tidak hanya bagi penghuni, namun juga bagi lingkungannya. Pada umumnya masa bangunan dibuat berbentuk huruf L, dimana bentuk L tersebut mengikuti sisi jalan, sehingga terbentuklah ’benteng’ yang akan menghasilkan inner court pada bagian tengah bangunan. Namun, bagi Pa Alex, bentuk seperti ini tidak akan memberikan banyak kontribusi pada lingkungan. Oleh sebab itu, maka dia membuat masa huruf L dengan sisi yang menempel dengan dinding tetangga. Dengan begitu, maka akan tercipta ruang terbuka yang lebih besar pada bagian depan bangunan.
Untuk memisahkan antara ruang dalam dan ruang luar pada ruang terbuka, maka digunakan diding dengan material kaca. Material transparan ini dipilih sehingga tidak membatasi ruang terbuka secara visual, namun dapat memberikan rasa aman dengan kehadiran dinding sebagai pembatas. Kolam sebagai media untuk merubah suhu bangunan dihadirkan disini. Bahkan fungsinya lebih dari itu, kolam juga berfungsi sebagai batas antara ruang luar dan dalam.
Lantai dua pun berbetuk huruf L. Namun perletakannya tidak tepat berada diatas masa L lantai dasar, sehingga dapat menciptakan ruang di belakang huruf L tersebut. Selain itu huruf L ini dibuat lebih panjang. Hal ini untuk menyiasati GSB, dimana pada lantai dasar bangunan harus berada di dalam GSB, sementara lantai dua bisa melebihi GSB tersebut, sehingga volume ruang bisa lenih besar.
Yang menarik dari masa lantai dua ini adalah, masa bangunan diputar pada satu titik untuk menciptakan sudut perspektif yang berbeda. Dengan begitu, maka bangunan seperti memiliki banyak muka. Titik yang diambil sebagai pusat putaran adalah titik dimana apabila perputaran terjadi maka akan selalu menguntungkan untuk interior bangunan.
Tentang Alexander Santoso
Pencarian identitas diri kami dalam berarsitektur masih berlangsung sampai saat ini. Kalaupun didapati pengulangan gaya design, hal itu merupakan proses evolutif dalam mencari bentuk yang lebih berkarakter. Dunia dan perubahannya yang berlangsung terus menerus,membawa kami untuk bergerak secara responsif terhadap apa yang sudah dan akan terjadi di sekitar kita.
Tak pernah ada kata cukup bila mengukur karya-karya kami dalam rentang waktu. Dua belas tahun berjalan dalam proses artikulasi ruang tetap menyisakan rencana akan kesempurnaan layanan. Petualangan dalam relasi antara proses dan hasil akhir, mutu dan biaya, masif transparan, berat ringan, kasar ataupun halus adalah permainan yang dapat kami alami, akhiri dan menangkan. Mewujudkan pengalaman unik dengan menciptakan ruang-ruang dinamis dan berkesinambungan, menyusun komposisi dan proporsi massa yang terjaga akan melebur serasi pada keseimbangan faktor kegunaan.
Ruang-ruang yang tersaji berikut dengan berbagai perubahannya ini harus ditempuh dan dimaknai.Yang kami ketahui hanyalah, esok perjalananan kita lebih baik.
Selamat berpetualang!
www.wastuciptaparama.com
Curiculum VitaeNama : Ir. Alexander Santoso
Telepon : 022.2030630
Kantor : Jln. Neglasari Dalam no. 16 B, Bandung
Website : www.wastuciptaparama.com
Latar Belakang
· Kuliah di Universitas Katolik Parahyangan: 1985
· Mendirikan Wastu Cipta Parama:1993
Penghargaan
· Juara Pertama Kompetisi Disain JPO – Halte Trans Jakarta: 2001
· Juara Pertama Kompetisi Desain Gereja: 2001
· Juara Harapan Pertama Desain Rumah Susun: 2001
8. Achmad D. Tardiana
Konsep Desain: Arsitektur Adalah Sebuah Proses Dalam Mengkonstruksi Tapak
Teori dan Manifesto
Menurut Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD, karya arsitetur yang baik adalah arsitektur yang secara spesifik mampu merespon lokasi dimana bangunan didirikan. Dalam hal ini, respon tersebut harus dapat memberikan dampak atau kontribusi yang positif terhadap lingkungan tempat didirikannya bangunan. Dengan kata lain Arsitektur harus dapat menunjukkan lokalitas setempat, yang dapat dilakukan dengan respon terhadap site, atau dapat juga dengan pengunaan material setempat. Beliau terkesan dengan ungkapan Tadao Ando: ”Arsitektur adalah sebuah proses dalam mengkonstruksi tapak, Arsitektur muncul secara alamiah atau merupakan respon terhadap tapak.”
Dalam proses perancangan, Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD cenderung menggunakan teori yang berkaitan dengan Fenomenologi sebagai pedomannnya. Antara lain seperti teori tentang Place, Tektonik, serta Materialitas. Berhubungan dengan teori tentang materialitas ini, Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD berpendapat bahwa ungkapan arsitektur harus dapat disampaikan seefektif mungkin melalui penggunaan material seminimal mungkin. Dalam hal ini arsitek harus pandai mengolah material yang minim agar dapat memperoleh pengungkapan arsitektur maksimal.
Pendekatan Perancangan
Pendekatan perancangan yang dilakukan Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD dapat berbeda-beda di tiap-tiap proyek. Pendekatan tergantung pada karakter atau spesifikasi proyek tersebut, selain juga tergantung pada permintaan atau karakter klien (owner). Pendekatan tersebut antara lain dapat melalui preseden arsitektur, ekologi, penggunaan material, serta bentuk.Mengenai preseden arsitektur, menurut Ir. Achmad D. Tardiana merupakan pendekatan yang paling dekat atau cepat didapatkan oleh arsitek. Hal ini disebabkan karena kita sebagai arsitek selalu berhubungan dengan dunia luar dalam memperoleh informasi mengenai arsitektur, baik secara langsung (melihat), atau melalui media. Hal tersebut kemudian secara tidak sadar tertanam dalam benak arsitek yang pada saat merancang, yang secara tidak sadar pula, kembali muncul sehingga dapat membantu menghasilkan ide-ide dalam merancang.
Berhubungan dengan preseden arsitektur ini Ir. Achmad D. Tardiana kemudian berpendapat bahwa sangat sulit untuk menjadi original dalam hal arsitektur, karena kita selalu berhubungan dengan preseden-preseden tersebut, yang kemudian secara tidak sadar mempengaruhi kita dalam menghasilkan sebuah ide.
Pendekatan yang paling sering atau umum digunakan oleh Ir. Achmad D. Tardiana sehubungan dengan teori yang digunakan sebagai pedoman (bahwa arsitektur harus dapat memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan) adalah bagaimana kita mempertimbangkan persoalan-persoalan lingkungan sehubungan dengan didirikannya sebuah bangunan.
Hal ini dapat kita lihat pada saat Ir. Achmad D. Tardiana berpartisipasi pada sayembara perancangan kantor pusat WWF di Jakarta. Beliau menggunakan pendekatan arsitektur hijau dalam perancangannya. Adapun penerapan arsitektur hijau dalam rancangan adalah:
· Dengan menggunakan bangunan pilotis
· Mempertahankan vegetasi eksisting
· Penggunaan energi pasif (solar cell sebagai energi listrik)
· Proses recycle, dalam hal ini pengolahan air hujan
Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD juga melakukan pendekatan melalui penggunaan material pada saat merancang. Seperti telah disebutkan diatas, beliau berusaha meminimalkan penggunaan material untuk mengungkapkan ungkapan arsitektur semaksimal mungkin.
Selain beberapa pendekatan tersebut, sehubungan dengan ketertarikan Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD
dalam bidang perkotaan, beliau juga melakukan pendekatan secara urban (perkotaan). Dalam setiap rancangannya, yang berhubungan dengan konteks perkotaan, selalu dihubungkan dengan dimensi-dimensi perkotaan. Dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Ir. Achmad D. Tardiana, MUDD mengenai respon terhadap lingkungan, bangunan harus dapat memberikan kontribusi positif terhadap kota.
Proses Perancangan
Adapun proses perancangan yang dilakukan Ir. Achmad D. Tardiana sehubungan dengan teori serta pendekatan yang dimilikinya antara lain:
· Memahami program, termasuk juga memahami klien (karakter maupun keinginan teradap bangunan).Yang dimaksud disini adalah bagaimana menghubungkan kelompok-kelompok kegiatan, memahami keinginan-keinginan serta tujuan klien, yang nantinya temanifestasi dalam kebutuhan ruang. Pada saat pemahaman terhadap program ini, sudah muncul gagasan-gagasan ke arah mana arsitektur bangunan dikembangkan (gambaran kasar mengenai desain).
· Pemahaman terhadap lokasi (menurut Ir. Achmad D. Tardiyana paling penting).Bertujuan untuk memunculkan gagasan mengenai bentuk-bentuk arsitektural, bentuk-bentuk ruang yang lebih jelas.Hal ini biasanya dilakukan dengan melihat langsung kondisi site, sehingga dapat memahami potensi serta kekurangan site. Namun apabila terdapat keterbatasan-keterbatasan, dapat dilakukan dengan melihat peta garis, foto udara, atau foto-foto survey.
· Kemudian sebelum masuk ke proses desain, menjalin antara gagasan-gagasan (yang muncul pada saat pemahaman program) dengan potensi serta ide yang didapatkan pada saat melihat site. Sehingga pada akhirnya muncul gagasan-gagasan yang lebih fix yang kemudian dituangkan dalam proses desain lebih lanjut.
9. Eko Purwono (1962...)
Konsep Desain: Pragmatic Arsitektur, Menggali Lebih Dalam Nilai-Nilai Lokal
Sekilas tentang Ir. Eko Purwono, Ms. Arch. S
Eko Purwono, sosok arsitek yang dikenal selain sebagai seorang dosen jurusan Arsitektur (kira-kira sudah 29 tahun) di Intitut Teknologi Bandung juga dikenal aktif di Dewan Pendidikan Kota Bandung dan menjabat sebagai Ketua Yayasan MP2I (Masyarakat Pemerhati Pendidikan Indonesia). Karakternya yang dapat dikatakan kritis dalam mengutarakan pendapatnya terutama terhadap dunia pendidikan di Indonesia menggambarkan komitmen Eko Purwono sebagai sosok seorang pendidik serta sebagai arsitek yang memiliki prinsip yang kuat dan dikenal di kalangan komunitas arsitektur baik dari dunia akademisi dan praktisi.
Pandangan Tentang Manifesto Arsitek International
Menurut Eko Purwono, yang dikenal sebagai ahli di bidang Sejarah, Teori, dan Kritik Arsitektur, bahwa biasanya yang senang ber-‘manifesto’ adalah arsitek-arsitek muda (penulis mengartikannya dengan arsitek yang berusaha mencari identitas) dan yang paling menyukai manifesto itu adalah arsitek-arsitek italy pada tahun 1919 (jika dibandingkan dengan arsitek Amerika dan Inggris) dan, Eko Purwono juga menambahkan bahwa arsitek dalam berkarya terkadang tidak memiliki konsep atau memakai konsep tetapi tidak dapat menceritakan konsep tersebut, dan Eko Purwono memberi gambaran manifesto yang dilakukan oleh Peter Eisenman, dimana Eisenman mencoba mengganggu tatanan yang sudah ada dan kemudian mampu merumuskan kembali secara akademik setelah itu dijadikan sebagai salah satu sarana menawarkan karya Eisenman kepada masyarakat.
Pandangan Tentang Manifesto Arsitek Indonesia
Arsitek Indonesia sebaiknya memiliki manifesto yang murni dibuat oleh arsitek itu sendiri agar betul-betul terdapat perenungan, pemahaman dan kesadaran yang penuh dalam pencarian identitasnya. Dengan demikian, autobiografi/monograf yang dihasilkan tidak hanya sekedar berisi kronologis perjalanan hidup dengan daftar karya-karya yang dihasilkan pertahunnya tanpa menyertakan visi dan pesan yang ada dibalik masing-masing karya tersebut. Disini Eko Purwono menambahkan, arsitek-arsitek muda juga sebaiknya dapat menggali lebih dalam nilai-nilai lokal (local knowledge, local identity, local culture) sehingga menghadirkan desain Arsitektur yang berkarakter lokal .
Pendekatan Perancangan
Secara umum pendekatan perancangan yang dilakukan Eko Purwono dapat berbeda-beda di tiap-tiap proyek tergantung dari karakter proyek tersebut, kemudian Eko Purwono memasukkan nilai-nilai lokal (local knowledge, local identity, local culture) yang digabungkan dengan material dan teknologi yang tersedia pada daerah setempat sehingga mampu menghadirkan desain Arsitektur yang berkarakter dan bermakna. Mengenai preseden arsitektur, menurut Eko Purwono merupakan pendekatan yang paling dekat atau cepat didapatkan oleh arsitek. Hal ini disebabkan karena kita sebagai arsitek selalu berhubungan dengan dunia luar dalam memperoleh informasi mengenai arsitektur, baik secara langsung (melihat), atau melalui media. Hal tersebut kemudian secara tidak sadar tertanam dalam benak arsitek yang pada saat merancang, yang secara tidak sadar pula, kembali muncul sehingga dapat membantu menghasilkan ide-ide dalam merancang.
Sebagai seorang arsitek, Eko Purwono sangatlah akomodatif terhadap keinginan dari para pemberi tugas. Tujuannya mendesain adalah membuat sesuatu yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Jadi desain - desain yang ada pada proses awal proyek, bisa saja berubah pada akhirnya. Sesuai dengan komunikasi yang terjadi antara arsitek dan klien selama proses desain terjadi.
Dalam menentukan layout dari sebuah desain disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, hal ini tergantung dari pemberi tugas. Misalnya untuk bangunan rumah sakit didasarkan kepada kebutuhan fasilitas yang akan disediakan, pada kantor disesuaikan dengan jenis kantor yang diinginkan berdasarkan standar - standar yang baku. Sebelum masuk ke perihal desain terlebih dahulu haruslah mempelajari dan mengetahui kondisi masyarakat sekitarnya, kondisi alam dimana bangunan itu akan berada. Bagaimana nantinya bangunan tersebut akan mempengaruhi lingkungan tempat dia berdiri, diusahakan seminimal mungkin agar tidak minimbulkan efek negatif terhadap lingkungan. Eko Purwomo sangat consern pada konteks lokal, budaya, dan alam lingkungan sekitar.
10. Isandra Matin Ahmad (1962...)
Konsep Desain: Respon Estetik dari Sekuensi Pengalaman Pengamat Visual Arsitektur 2)
(lihat cacatan kaki tentang respon estetik dan respon kritis)
Arsitektur Andra Matin adalah arsitektur yang sinematik. Arsitektur sebagai sebuah peristiwa ditata ke dalam alur pengalaman yang tersusun dalam sekuens, sehingga pemahaman/apresiasi (pemahaman mungkin bukan kata yang tepat) akan keseluruhan cerita “ditunda”, tidak terpahami langsung dalam waktu yang bersamaan. Jika arsitektur pada umumnya telah menstandarkan atau mendatarkan emosi dengan cara menghilangkan ekstrim dari spektrum emosi manusia, maka arsitektur Andra Matin “memaksa” kita meminjamkan emosi kita, dan meletakkannya di sana. Ia terasa hadir justru bukan semata-mata dari eksistensi materialnya, melainkan pada imaji-imaji dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan pada yang mengalaminya. Dengan demikian, ia membuat kita merasakan adanya keterikatan pada tempat, waktu, dan terutama pada diri kita sendiri, secara lebih kuat dan bermakna.
Catatan (2)
Dalam mengamati sebuah karya, baik karya arsitektur maupun karya seni visual, secara teoritik ada dua jenis respon, yaitu respon estetik dan respon kritis/kritik. Respon estetik adalah respon emosional dan hal ini berbeda dengan respon kritis yang bermuara ke pemahaman/apresiasi tentang apa yang diamati. Nampaknya konsep desainnya filosofi yang mementingkan pengalaman user (pemakai) filosofinya adalah user oriented design.
Isandra Matin Ahmad adalah seorang arsitek yang karya-karyanya menerima banyak penghargaan sejak mendirikan Andra Matin Architects pada tahun 1998. meraih IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Award pada tahun 1999 dan 2002 untuk Gedung kantor Le Bo Ye Graphic Design dan Gedung Dua8 di Kemang, Jakarta Selatan. Untuk itu juga pada tahun 2007 Walpaper Architecture Directory menobatkan Andra Matin sebagai salah satu arsitek, dari 101 arsitek dunia, yang paling berkiprah di tahun 2007. Terakhir, pada tahun 2008 Pak Andra kembali berhasil menyabet 3 piala dari 7 penghargaan yang ada pada IAI Award.
Biodata
Nama : Ir. Isandra Matin Ahmad
Lahir : Bandung 1962
Pendidikan dan karir :
· 1988 Lulus dari Universitas Parahyangan, Bandung
· 1990-1998 Bekerja di PT. Grahacipta Hadiprana, Jakarta
· 1998 Mendirikan Andra Matin Architect (AMA), Jakarta
· Telah mengajar di Universitas Indonesia, Universitas Parahyangan, Institut Teknologi
Bandung dan Universitas Tarumanagara.
· 1998 Proyek Le Bo Ye Graphic Design Office, Jakarta Selatan
· 1999 Proyek Paper Gallery, Bandung
· 1999 Gedung Dua8 Ethnology Museum, Kemang, Jakarta Selatan
· 2001 Proyek Ak’sara Bookstore, Kemang, Jakarta Selatan
· 2002 Proyek Ramzy Gallery, Bangka, Jakarta Selatan
· 2005 Pameran Bienalle
Award:
1. 1999 Penghargaan IAI untuk proyek Gedung kantor Le Bo Ye Graphic Design dan Gedung Dua8 Kemang, Jakarta Selatan.
2. 2002 Penghargaan IAI untuk proyek Gedung kantor Le Bo Ye Graphic Design dan Gedung Dua8 Kemang, Jakarta Selatan3 2006 Penghargaan IAI DKI Jakarta untuk proyek Conrad Chapel di Bali yang dirancangnya bersama Antony Liu dan Ferry Ridwan
4. 2006 Penghargaan IAI DKI Jakarta untuk proyek rumah tinggal di Kuningan, Jakarta Selatan
5. 2006 Penghargaan IAI DKI Jakarta untuk proyek kantor Javaplant di Tawangmangu, Jawa Tengah
6. 2007 terpilih sebagai salah satu arsitek dari 101 arsitek baru dunia paling berkiprah di tahun 2007 versi' walpaper* architecture directory.
11. Budi Pradono (1970....)
Konsep Desain: arsitektur hijau’
Budi Pradono adalah seorang arsitek muda yang memenangkan banyak penghargaan lewat konsep ‘arsitektur hijau’. Pada tahun 2005 karyanya pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek. Bukan saja karena publikasi tersebut selalu mengangkat isu terkini dan menampilkan karya spektakuler arsitek dunia, tapi juga karena penyebarannya yang mendunia.
Menurut Budi profesi arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global, penghematan energi, dan pengelolaan lingkungan yang lebih bertanggungjawab.
Saat menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’ atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan berbagai kriteria. ‘Green’ dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran ‘green‘ ditentukan oleh berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran untuk menjadi lebih hijau.
Budi Pradono menjelaskan tentang konsep ‘green‘ dalam rancangannya melalui contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Biodata
Nama : Budi Pradono
Lahir : Salatiga, Jawa Tengah 1970
Pendidikan dan karir
· 1995 lulusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
· 1995 – 1996 Bekerja di Biro Arsitek Beverley Garlick Architects, Sydney
· 1996 – 1999 Bekerja di Konsultan Desain Internasional
· 1999 Mendirikan Biro Arsitek Budi Pradono
· 1999 – 2000 Mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia, Jakarta
· 2000 – 2002 Bekerja di Kengo Kuma & Associates, Tokyo
· 2002 – 2003 Menyelesaikan program Pasca Sarjana di Berlage Institute, laboratory
of architecture, Rotterdam
Award
· 1993 Meraih Juara kedua untuk Dani Tropy in the National Student Architecture Competition. “Conservation Of The Dani tribe settlement”, Irian Jaya, Indonesia
· 1993 Pemenang hadiah utama dari National Architectural Design Competition for the Loji Kecil Area of Yogyakarta
· 2000 Penghargaan sebagai Arsitek Muda Berbakat dalam The Bunka Cho fellowship (Japan Architecture Institute)
· 2000 Finalis The “City for All “Desain Kota Dirgantara – Halim, Jakarta
· 2004 Pemenang Proyek Leisure Future Project, City Scape Architectural Review Award Dubai for Restaurant at Jimbaran, Bali
· 2004 Pemenang Proyek komersial, City Scape Architectural Review Award Dubai for Tetaring Kayumanis Restaurant Nusa Dua, Bali
· 2005 Meraih Juara ketiga One Stop Shopping Gallery Jakarta Kota, Architectonia Indonesia Design Magazine
· 200 Honourable mention, Penghargaan AR untuk Emerging Architecture, London
12. M. Ridwan Kamil (1971...)
Konsep Desain: Analogi dalam Sebuah Karya Arsitektur
Ada 4 teori yang selalu dipakai oleh Ridwan Kamil dalam merancang :
1 Teori Analogi. Dalam merancang sebuah ruang diperlukan nilai-nilai, simbol yang merupakan analogi dari bangunan tersebut. Dengan merespon terhadap konteks yang ada, mencari sesuatu yang unik dari poyek yang ada. Dengan analogi bisa membuka cakrawala kemungkinan-kemungkinan bentuk yang baru.
2 Teori Folding. Rancangan suatu ruang bisa dihasilkan dari proses melipat. Membuat proses membentuk dengan melipat sebelum membuat denah bangunan.
3 Green Architecture
4 Creating Programming, Isi dari suatu ruang atau lay out dari sebuah ruang menjadi expresi luar dari bangunan
M. Ridwan Kamil termasuk tipe arsitek Non Signature Architect dimana dalam merancang/ mendesain, desainnya tidak dapat ditebak karena stylenya berubah-ubah. Menurut M. Ridwan Kamil, teori arsitektur selalu menjadi dasar bagi rancangan karya arsitekturnya karena dengan adanya dasar teori, karya arsitektur yang dihasilkan memiliki nilai lebih tinggi. M. Ridwan Kamil hampir selalu menggunakan dasar analogi dalam beberapa karyanya. Baginya analogi merupakan suatu cara menghubungkan karya arsitektur dengan ‘konteks’nya. Dengan dasar analogi ‘konteks’ bisa berarti budaya, spirit, ciri khas, sampai philosofi. Dengan dasar analogi juga akan membuat argumentasi desain bisa dipahami oleh klien, membuat kita sebagai arsitek tertantang mencari cara baru dalam menginterpretasikan sebuah desain. Bagi M. Ridwan Kamil semua projet harus ada ceritanya. Dengan adanya analogi akan membuat sebuah cerita bagi project tersebut.
Studi Kasus
Gerbang Kemayoran
Analogi Experimental dijadikan dasar teori dari gerbang kemayoran. Menghasilkan sebuah gerbang seolah-olah sebuah gapura tapi bukan benda fisik. Konsep rancangan gerbang kawasan kemayoran ini didasarkan pada aplikasi yang fleksibel dari media-media non-arsitektural, seperti cahaya, lampu, dan air. Hal ini dimaksudkan agar suasana gerbang bisa terjadi secara dramatis dan bisa diatur berdasarkan kegiatan-kegiatan di Kemayoran yang dapat berubah-ubah (event-based effects).
Efek ruangan yang terjadi antara lain bisa berupa efek langit-langit virtual dengan aplikasi deretan lampu sorot. Bisa juga berupa efek awan menggantung dengan aplikasi buih air tekanan tinggi dan bisa berupa efek hutan bintang dengan aplikasi titik-titik lampu spot yang acak.
Konsep portal cahaya ini dirancang dengan menempatkan titik-titik lampu di ujung tiang-tiang vertikal primer yang berbaris rapi. Pancaran cahaya dari deretan lampu yang dipasang di kiri dan kanan poros jalan utara-selatan itu secara unik akan membentuk dinding langit-langit virtual yang dibentuk cahaya
Konsep kapono awan dirancang dengan menempatlan titik-titik lubang air bertekanan tinggi pada tiang-tiang sekunder yang melengkung natural. Tekanan tinggi ini diatur sedemikian rupa sehingga air yang keluar hanya berupa buih-buih yang tipis dan transparan.
Dikarenakan dirancang dengan jumlah cukup banyak, kumpulan buih air ini secara bersamaaan akan membentuk awan raksasa yang meneduhkan sekaligus mendinginkan iklim mikro ruang di bawahnya.
Adapun konsep hutan bintang ini dirancang dengan menempatkan titik-titik lampu spot pada tiang-tiang sekunder yang melengkung natural. Kumpulan lampu-lampu ini yang diletakkan secara acak membentuk efek yang mengingatkan pada bintang-bintang di langit.
Kawasan gerbang ini juga dirancang tidak hanya untuk efek visual semata, tetapi juga diskenariokan untuk dapat menstimulasi kegiatan-kegiatan pedestarian yang positif. Kegiatan seperti bermain, duduk istirahat, dan jalan kaki diharapkan hadir di area kawasan gerbang ini.
Bakri JSX
Bangunan Bakri JSX adalah kantor pusat saham pada area Rasuna Epicentrum. Bentuk kumpulan uang recehan menjadi dasar analogi dari bangunan ini.
Hotel Sahid Perdana
Pemilik dari proyek hotel Sahid Perdana ini menginginkan arsitektur jawa. Menurut Ridwan Kamil arsitektur jawa itu bukan bentuk Joglo tapi spiritnya. Sehingga diambil analogi dari lotus kembar, yang merupakan spirit budaya jawa. Teratai kembar ini jika terkena air surut atau pasang selalu kompak mengikuti pergerakan air tersebut.
Gramedia Expo Surabaya
Teori yang menjadi dasar bangunan ini adalah teori folding, dimana proses rancangan suatu ruang dihasilkan dari proses melipat sebelum membuat denah bangunan
Depkop Convention Hall
Teori yang menjadi dasar bangunan ini adalah teori folding.
Curiculum Vitae
Name :M. Ridwan Kamil, ST., MUD
Address: Jl Dago Pojok 1/6, Bandung
Tempat / Tanggal Lahir: Bandung, 4 October 1971
Kantor: Jurusan Arsitektur ITB, Ganesha 10 - Bandung 40132
Urbane Indonesia
Riwayat Pendidikan
· Master of Urban Design, College of Environmental , Design, University of California-
Berkeley, USA, 2001
· Bachelor of Architecture at the Institute of Technology Bandung (ITB), Indonesia, 1995
· National University of Singapore, 1994
Riwayat Pekerjaan
· 1997 – 1999: Junior Architect, HOK Architects (New York)
· 2000 – 2003: Senior Architect & Urban Designer, SOM Architects (San Francisco & Hongkong)
· 2003 – Sekarang: Senior Urban Deisgn Consultant for EDAW San Francisco & EDAW Asia
· 2003 – Sekarang: Principal, Senior Architect, Senior Urban Desinger PT. Urbane Indonesia.
M. Ridwan Kamil adalah salah satu sosok yang sangat menghargai kehidupan, baginya hidup ini hanya sekali. Sehingga dalam kehidupan ini kita harus bermanfaat bagi orang lain. Karena itu selain sebagai arsitek profesional, beliau juga adalah seorang dosen dimana dengan menjadi seorang dosen, Moh. Ridwan Kamil bisa membagikan ilmu kepada semua orang.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon